MAKASSARCHANNEL, MAKASSAR– Himpunan Pelestari Bahasa Daerah (HPBD) Sulawesi Selatan dan Perhimpunan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI) Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Balai Bahasa Sulawesi Selatan mengadakan Seminar Nasional Bahasa Ibu. Kegiatan ini berlangsung di Ballroom Menara Pinisi, Universitas Negeri Makassar (UNM) pada Jumat (21/02/2025).
Seminar ini menghadirkan narasumber ahli dari dalam dan luar negeri. Di antaranya adalah Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. (Bahasa Bugis) dan Prof. Dr. Hj. Kembong Daeng, M.Hum. (Bahasa Makassar) dari Universitas Negeri Makassar. Selain itu, ada Budayawan Toraja Drs. Simon Petrus dan Konsulat Jenderal Australia, Todd Dias, yang hadir melalui luring. Juga ada Ustaz M. Amin Bin Nasir (Pengurisi PKBS Bidang Tawau), Dr. Ganjar Harimansyah, M.Hum. (Sekretaris Badan Bahasa Kemendikdasmen RI), dan Dr. Dora Amaliah (Kepala Pusbanglin) yang hadir secara daring.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik (WR I) Prof. Dr. Andi Aslinda, M.Si mewakili Rektor UNM. Plt. Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan (BBP Sulsel), Dewi Pridayanti, S.Sos., M.Adm.SDA., dalam sambutannya menegaskan bahwa seminar ini merupakan bagian dari upaya pelestarian bahasa daerah yang menghadapi tantangan globalisasi. Ia menekankan bahwa bahasa daerah memiliki peran penting dalam menjaga identitas daerah, karena mengandung nilai budaya, sejarah, dan kearifan lokal.
Perlu Ada Komitmen Merawat dan Mengembangkan
Menurut Dewi Pridayanti, perlu ada komitmen bersama dari berbagai pihak untuk merawat dan mengembangkan bahasa daerah agar tetap hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang. Sementara itu, Ketua HPBD Sulawesi Selatan, Dr. Azis Nojeng, M.Pd, dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar ini lahir dari keprihatinan terhadap semakin menurunnya penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda dan masyarakat umum.
“Bahasa daerah tampaknya tidak lagi menjadi tren di kalangan anak muda dan masyarakat pada umumnya. Akibatnya, bahasa kita semakin tergerus oleh globalisasi dan modernisasi,” ujarnya. HPBD awalnya berencana mengadakan Kongres Internasional Bahasa Ibu, namun karena keterbatasan sumber daya, akhirnya hanya mampu melaksanakan seminar nasional saja.
Salah satu topik yang dibahas dalam seminar ini adalah cara menjaga eksistensi bahasa daerah di perantauan. Berbagai pemateri memberikan wawasan terkait strategi mempertahankan bahasa ibu bagi generasi muda yang tumbuh di perkotaan atau luar daerah. Diskusi ini menyoroti pentingnya peran keluarga, komunitas, dan pendidikan dalam membangun kesadaran berbahasa daerah.
Ketua panitia, Dr. Dirk Sandarupa, M.Hum, menegaskan bahwa seminar ini merupakan langkah awal untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya bahasa daerah sebagai identitas budaya. “Kami berharap seminar ini bisa menjadi pemantik gerakan yang lebih luas dalam menjaga kelestarian bahasa daerah ke depan. Kami ingin melibatkan lebih banyak pihak agar bahasa ibu tetap lestari di tengah modernisasi,” ungkapnya.