Selamat Jalan Guru! Penulis Novel Datu Museng Dan Maipa Deapati Wafat - Makassar Channel
BERITA TERKINIKOLOM

Selamat Jalan Guru! Penulis Novel Datu Museng Dan Maipa Deapati Wafat

162
×

Selamat Jalan Guru! Penulis Novel Datu Museng Dan Maipa Deapati Wafat

Sebarkan artikel ini
Berita duka itu datang ba’da Salat Magrib, Jumat, 2 Mei 2025, mantan Pemimpin Redaksi Pedoman Rakyat, Verdy R Baso wafat. Selamat Jalan Guru!
Momen bersama mantan Pemimpin Redaksi Pedoman Rakyat Verdy Rahman Baso (kemeja putih), 1 Maret 2021, HUT ke-74 Harian Pedoman Rakyat. (Foto : Dok Pribadi)

InnaliLlahi Wainnailaihi Rajiun. Berita duka itu datang ba’da Salat Magrib, Jumat, 2 Mei 2025, mengabarkan, mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat Makassar, Verdy Rahman Baso, wafat di usia 88 tahun. Selamat Jalan Guru! Penulis Novel Datu Museng Dan Maipa Deapati Wafat.

Tetiba teringat lagi momen tanggal 2 Maret 2025. Saya bersama sejumlah teman sesama alumni Harian Pedoman Rakyat masih sempat bertemu dengan pria kelahiran Tombolo, Kabupaten Bantaeng yang murah senyum itu.

Momen ulang tahun ke-78 Pedoman Rakyat Harian Pedoman Rakyat, kami manfaatkan bersilaturahmi ke kediaman Pak Verdy di Jl Tidung 6 Perumnas Tamalate, Makassar.

Berbeda dengan kunjungan rutin kami sebelumnya. Kali ini, almarhum hanya bisa tiduran di kamarnya ketika kami datang membesuk.

Kondisi kesehatan pria kelahiran Bantaeng 14 Maret 1937 itu kurang memungkinkan menemui kami di ruang tamu rumahnya seperti kunjungan sebelumnya. Almarhum sudah lama sakit.

Meski dalam kondisi sakit, senyum khas Pak Verdy tetap setia menghias wajahnya selama kunjungan sekira satu jam itu. Beliau masih mengenali kami ketika menyebut nama.

Saya merasa beruntung pernah berada di bahtera yang sama dengan Pak Verdy dalam melakoni profesi jurnalistik. Di koran yang oleh akademisi Unhas Prof Anwar Arifin menyebutnya sebagai Panggung Sulawesi Selatan itu saya berguru banyak hal dari pria tak pernah saya lihat marah itu.

Dalam sebuh perbincangan, pemilik kumis tebal ini mengaku, mengawali karir jurnalistiknya Desember tahun 1959. Bukan di Harian Pedoman Rakyat. Tetapi di Marhaen, media yang dikomandangi Ahmad Siala.

Almarhum baru bergabung dengan Pedoman Rakat pada tahun 1974 dan mendapat amanah menangani Desk Olahraga. Dalam perjalanannya, Verdy Rahman Baso pernah menduduki posisi puncak di Pedoman Rakyat sebagai Pemimpin Redaksi.

Meski tak pernah berada dalam kendali langsung di bawah deksnya, namun interaksi saya dengan Pak Verdy cukup bagus.

Di awal-awal menggeluti dunia jurnalistik, saya rutin membaca bundel Harian Pedoman Rakyat. Salah satu tulisan yang paling saya suka baca adalah karya Pak Verdy. Narasi yang dia bangun sungguh enak dibaca. Informasi yang disampaikan tuntas.

Tak heran jika, saya menjadikan Pak Verdy sebagai tempat bertanya tentang dunia kepenulisan. Apatah lagi, setelah membaca novel yang mengisahkan perjalanan kisah cinta Datu Museng dan Maipa Deapati.

Wartawan senior Sulsel itu memang dikenal juga sebagai sastrawan. Dia juga sering tampil sebagai penyanyi di TVRI mengusung lagu-lagu daerah berirama keroncong.

Mungkin jiwa seni yang mengalir dalam tubuhnya itulah, sehingga pria itu lebih banyak tersenyum dalam setiap interaksinya. Saya tak pernah melihat mimik marah di wajah Pak Verdy.

Model kepemimpinan yang almarhum kembangkan juga sangat santun. Meski Pemimpin Redaksi, dia tidak bergaya memerintah. Biasanya, Pak Verdy mendahului penugasan dengan kata TOLONG.

Justru kata yang hanya terdiri enam huruf itulah yang membuat kami tak kuasa menolok. Dalam kondisi apapun.

Suatu ketika, di Gedung berlantai tiga di Jl Arief Rate No 31 Makassar, yang kami sebut laksana kawah candradimuka, tempat menggembleng diri, Pak Verdy memberi tugas.

Ketika itu, siang menjelang sore. Pak Verdy ngajak saya ngobrol ringan. Hanya dalam sepeminum teh, tugas bernada minta tolong sudah meluncur dari mulut Pak Verdy sembari memamerkan senyum khasnya.

Dia berkata, “Rusdy, di Pantai Losari sana, banyak saya liat pencari tude. Pasti enak dibaca kalau kamu yang tulis ki kisah kehidupan mereka.”

Mendengar kalimat itu, saya hanya bisa tersenyum dan menjawab singkat, “Besok, Bapak baca tulisan saya.”

Saya pun minta diri, masuk ke ruang redaksi. Lagi-lagi Pak Verdy tersenyum sembari memberi jempol.

Sesuai janji saya, tulisan itu selesai sesuai harapan Pak Verdy. Besoknya, ketika saya masuk ruang redaksi, saya lagi-lagi dapat jempol dari Pak Verdy. Dan seperi biasa, guru jurnalistikku itu memamerkan lagi senyum khasnya.

Selamat jalan Guruku Yang Baik. InsyaAllah mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin.

*) Muhammad Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM

Tinggalkan Balasan