MAKASSARCHANNEL, MAKASSAR – Harga rokok bakal naik per Januari 2025, setelah pemerintah menaikkan harga jual eceran untuk rokok konvensial dan rokok elektrik.
Kepastian kenaikan harga rokok itu melalui Peraturan Menteri Keuangan, PMK 96/2024 dan PMK 97/2024.
Penerbitan PMK ini untuk mendukung pengendalian konsumsi tembakau, melindungi industri tembakau padat karya, dan mengoptimalkan penerimaan negara.
Melalui peraturan menteri keuangan tersebut, pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau.
Hanya saja, pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) hampir seluruh produk tembakau yang mulai berlaku 1 Januari 2025.
Respons Bea Cukai
Dalam PMK 97/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok pada 2025 yang bervariasi, dengan rata-rata kenaikan sebesar 9,53 persen.
Sementara dalam PMK 96/2024, pemerintah menetapkan kenaikan HJE rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya pada 2025 secara bervariasi. Kenaikannya rata-rata sebesar 11,34 dan 6,19 persen.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, bea cukaii akan menindaklanjuti keputusan Menteri Keuangan tersebut.
“Tugas Bea Cukai selanjutnya adalah menindaklanjuti dan mengamankan kebijakan tersebut,” ujar Nirwala dilansir Kontan.co.id, Jumat (13/12/2024).
Tindak lanjut yang Nirwala maksud adalah, penetapan HJE per merk rokok, berdasarkan usulan produsen rokok yang mengacu pada PMK baru tersebut.
“Berdasarkan penetapan tersebut, produsen akan mengajukan P3C untuk memesan pita cukai,” katanya.
Berdasarkan P3C tersebut, Bea Cukai akan memesan pencetakan pita cukai kepada Konsorsium Peruri.
Layanan Elektronik
Bea Cukai melakukan pelayanan secara elektronik. Targetnya, pita cukai dapat didistribusikan, Januari 2025 sesuai pemberlakuan kedua beleid baru tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap kebijakan tersebut dapat mengendalikan konsumsi masyarakat dari barang-barang yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.
“Tentu kan kita hanya berharap barang-barang yang untuk kesehatan itu supaya dikurangin. Prinsipnya itu saja,” kata Airlangga kepada media di Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana mengatakan, kebijakan itu akan menambah tekanan daya beli masyarakat, karena akan berlaku bersamaan kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di 2025.
“Karena pada saat yang sama kan ada kenaikan PPN, ditambah juga dengan kenaikan HJE rokok. Jadi mungkin ada tekanan si,” ujar Fikri dikutip, Jumat (13/12/2024).
Hanya saja, menurut Fikri, kenaikan HJE akan membantu menjaga kesehatan masyarakat, khususnya dalam mengendalikan konsumsi rokok.
“Karena beberapa survei terakhir mengatakan, rokok mungkin sumber pengeluaran terbesar ketiga untuk masyarakat kelas bawah,” tutur Fikri.
Dia menilai, efektivitas kebijakan tersebut dalam mengendalikan konsumsi rokok belum optimal karena kenaikan HJE lebih banyak mendorong peralihan konsumsi rokok.
Dari sisi inflasi, dia memperkirakan kenaikan HJE bisa menyumbang sekitar 0,2 persen terhadap inflasi keseluruhan pada tahun depan.
Keputusan Tepat
Sementara itu, Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menilai kenaikan HJE rokok rata-rata sebesar 9,53 persen pada tahun depan merupakan keputusan yang tepat, mengingat pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
“Sudah tepat apalagi kan kalau kita lihat dari berbagai informasi kalau tahun ini tidak ada kenaikan cukai rokok. Jadi saya rasa tepat keputusannya,” kata Myrdal.
Meski ada kenaikan HJE, Myrdal melihat kontribusinya terhadap inflasi akan relatif moderat.
Yaitu sekitar 43 bps seiring dengan penyesuaian daya beli masyarakat akibat kenaikan UMP 6,5 persen maupun kenaikan gaji guru hingga berbagai stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah. (aka)