Kehormatan Di Sebuah Momen

SEBUAH momen berharga bagi saya yang masih dini dalam dunia literasi, merasakan satu kehormatan tinggi saat memandu acara bertajuk Silaturahmi Penulis yang dihadiri sejumlah guru besar, doktor, akademisi, kepala sekolah, tokoh seniman, tokoh budaya, tokoh sastra, penyair, jurnalis, dan para penulis Sulawesi Selatan.

Acara luar biasa ini diselenggarakan oleh SATUPENA Sulawesi Selatan, di Kafe Baca Jl Adhyaksa No 2 Panakkukang, Makassar, Kamis, 2 November 2023.

Ketika memasuki ruang Kafe Baca yang nyaris semua dindingnya bertuliskan kata-kata motivasi dan bijak, termasuk meja dalam ruangan tersebut, sungguh menggugah.

Sebut misalnya, petikan dari pemikiran Anies Baswedan, “Kekayaan terbesar sebuah Bangsa adalah MANUSIANYA, bukan sumber daya alamnya.”

Serta nukilan kalimat William Arthur Ward yang mengingatkan, “Belajarlah selagi yang lain masih tidur.”

Dua kalimat bijak di dua meja berbeda di dalam ruangan Kafe Baca itu sungguh memotivasi.

Terima kasih kepada Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan Rusdin Tompo yang juga guru saya dalam memulai kegiatan tulis menulis, atas kepercayaan diamanahkan untuk memandu kegiatan literasi ini. Dari dialah, saya belajar banyak hal tentang menulis buku. Saya tak bisa menyembunyikan perasaan kagum yang mendalam.

Dari rangkaian kegiatan terkait literasi yang saya ikuti, baik sebagai peserta, moderator, dan jadi narasumber, saya belum pernah mengalami suasana hati kagum yang mendalam. Kali ini, benar-benar beda. Saya menerima buku yang akan dilaunching hanya sejam sebelum acara dimulai.

“Ini bukunya saya kasi pinjam kerena terbatas bukunya. Kita (anda, sapaan halus untuk orang kedua dalam bahasa Makassar) baca-baca dulu biar dapat gambaran tentang isi buku ini dalam memandu sesi sharing nanti,” pesannya ketika memberikan buku berjudul Proses Kreatif Penulis Makassar.

Penerbitan buku tersebut diinisiasi oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar Dr Firdaus Muhammad. Isinya, 25 tulisan dari 25 penulis anggota komunitas SATUPENA Sulawesi Selatan.

Mereka adalah; Andi Wanua Tangke, Andi Ruhban, Abdul Majid Sallatu, Amir Muhidin, Amir Jaya, Aswar Hasan, Asnawin Aminuddin, Bachtiar Adnan Kusuma, Barsihannor, Fadli Andi Natsif, Faisal Syam, Ilyas Ibrahim Husein, Kembong Daeng, M Dahlan Abubakar, M Shaleh Mude, Mulyadi Hamid, Muliaty Mastura, Nur Alim Djalil, Rusdin Tompo, Sarwinah, Sri Rahmi, Sukardi Weda, Yahya Mustafa, Yudhistira Sukatanya, dan Zulkarnain Hamson.

Ruangan Kafe Baca berkapasitas 50-an orang itu terisi penuh oleh sosok beraura intelektual dan semangat literasi kuat. Nampak wajah-wajah terkemuka yang telah memainkan peran penting dalam perkembangan literasi di Sulawesi Selatan sejak lama.

Saya menyaksikan para pemikir, penulis, praktisi budaya, jurnalis, sastrawan, penyair, dan sutradara teater yang telah mengukir jejak berharga dalam sejarah literasi, khususnya di Sulawesi Selatan.

Mereka yang saya kenal antara lain; Prof Dr Ahmad M Sewang MA (guru besar sejarah Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar), Prof Dr Kembong Daeng MHum (guru besar sastra dan bahasa daerah Universitas Negeri Makassar).

Hadir pula Prof Dr Sukardi Weda SS MHum MPd MSi MM MSosI MAP (guru besar Universitas Negeri Makassar yang juga Wakil Rektor 1 Kalla Institut), Dr M Dahlan Abubakar MHum (akademisi Unhas, wartawan senior, dan penulis buku), Dr Abdul Madjid Sallatu (akademisi Unhas, penulis buku, dan Direktur Utama Local Governance (LOGOV Celebes), Dr Firdaus Muhammad (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar).

Yudhistira Sukatanya (sastrawan dan sutradara teater), Dr Fadli Andi Natsif SH MH (akademisi UIN Alauddin Makassar), Dr Yahya Mustafa (akademisi Unismuh Makassar), Mahrus Andis (kritikus sastra), Yulanwar, Anil Hukma, Arwan D Awing, Rusdy Embas, Syahril Rani Patakaki, Andi Marliah, sejumlah tokoh lainnya.

Memandu acara di depan sejumlah tokoh dan pegiat literasi tersebut, suasana hati seperti tidak siap menerima kenyataan. Namun, semangat dan dukungan dasyat dari pikiran, “Ketika pikiran diam, seluruh alam semesta menyerah,” membuat saya terpacu.

Kata-kata bijak itu membuat saya semakin mantap dan semangat memandu acara, memperkenalkan para penulis luar biasa yang secara tidak langsung memberi pelajaran untuk saya agar terus belajar dan belajar.

Acara ini menjadi momentum penting yang mendorong diskusi mendalam tentang peran krusial literasi di Sulawesi Selatan. Para penulis dan tokoh, serta guru besar berbagi pengalaman dan wawasannya tentang sebuah proses kreatif saat memulai menulis. Kesempatan ini menginspirasi saya untuk terus belajar dan mengejar hasrat dalam dunia literasi.

Para guru besar dan tokoh yang hadir memberikan pandangannya dan berbicara mengenai dampak positif literasi dalam kehidupan seseorang dan mengingatkan betapa pentingnya menulis dalam merangkul keragaman.

“Untuk kemajuan literasi, sebaiknya acara seperti ini kita menghadirkan anak-anak muda. Bila perlu anak-anak SMA dan SMP karena kalau kita-kita ini saja yang hadir hanya ajang saling curhat saja tidak ada dampaknya dalam meregenerasi generasi baru dalam mengembang literasi, kata Yudhistira Sukatanya.

Sementara itu, Prof Sukardi Weda memberi pandangan mendalam tentang bagaimana literasi dapat memperkaya pengetahuan kita dan memperluas wawasan.

“Sudah ada Indonesia membaca, sekarang perlu kita munculkan Indonesia menulis dan itu kita memulai dari Sulawesi Selatan,” ungkap Prof Sukardi.

Saya merasa beruntung menjadi bagian dari acara bersejarah ini. Silaturahmi Penulis ini mengingatkan bahwa literasi adalah pilar penting dalam menghubungkan semua aspek kehidupan kita.

Literasi adalah jendela menuju pemahaman dunia yang lebih luas dan dapat membuka pintu menuju eksplorasi pengetahuan. Melalui literasi, kita dapat menggali potensi diri kita dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Mengutip pengakuan Dr Abdul Madjid Sallatu, “Saya menulis bukan untuk dijual, tapi saya menulis untuk dibaca,” sungguh sangat menggugah.

Ungkapan, “Saya selalu memotivasi anak-anak saya untuk menulis bahkan saya kasi hadiah Rp10.000 apabila dalam sehari dapat mengarang atau menulis 1-2 halaman dari pengalamannya hari itu. Dengan cara itu mereka akan terus berpikir dan terus membaca sehingga wawasannya berkembang,” juga memberi nutrsi pemikiran saya untuk terus menekuni dunia literasi.

Acara ini adalah bukti nyata bahwa literasi adalah investasi yang berharga untuk masa depan seorang manusia. Semoga SATUPENA Sulawesi elatan dibawa koordinasi Rusdin Tompo terus menggalakkan acara serupa dan memotivasi generasi muda untuk menulis.***

Kafe Baca, 3 November 2023, Rahman Rumaday, founder Komunitas Anak Pelangi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *