LAHIRNYA UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pemerintahan daerah yang baik, bersih, dan bertanggung jawab demi tercapainya kesejahteraan rakyat.
Dan itu hanya bisa dicapai melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dengan tetap mempertahankan corak suatu daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Itulah makna filosofis yang harus dijadikan dasar dalam memaknai pasal per pasal UU No 23 Th 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Termasuk aturan-aturan yang mengikutinya, seperti PP No 12 Th 2018 yang menjadi pedoman penyusunan tata tertib DPRD, termasuk tatib DPRD Kabupaten Takalar.
Tanpa memahami filosofi ini, akan terjadi multi tafsir terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah. Semisal lahirnya Hak Angket DPRD Kabupaten Takalar yang memunculkan berbagai tanggapan dan argumentasi pembenaran dari pemikiran tendensius yang lebih banyak menyoroti proses lahirnya Hak Angket dibanding alasan kelahirannya.
Kemudian, ada yang sengaja membuat semakin riuh dan gaduh, sehingga publik menjadi tidak lagi memikirkan alasan lahirnya Hak Angket. Padahal, sebenarnya di situlah nilai-nilai filosofis suatu pemerintahan daerah akan diletakkan untuk menjadi bahan kajian dan evaluasi.
Ada pula yang tiba-tiba muncul seakan-akan sebagai pakar pemerintahan menyoroti keabsahan prosedur dengan argumentasi yang hanya berbekal kabar burung dari sumber yang hanya mengintip proses paripurna. Padahal, faktanya dalam paripurna tidak ada hiruk-pikuk tentang batas korum minimal 3/4 dari jumlah anggota dewan dan batas minimal 2/3 dari jumlah yang hadir harus mendukung usulan Hak Angket untuk ditetapkan menjadi Hak Angket DPRD Takalar.
Yang lebih lucu lagi, ada pula anggota DPRD Takalar yang seharusnya ikut Sidang Paripurna Hak Angket, namun secara sadar Dia memilih tidak hadir sidang, namun kemudian bersuara lantang di luar gedung parlemen, bahwa proses Hak Angket tidak prosedural.
Tahukah mereka bahwa suaranya hanya sah dan punya arti jika Dia ikut di dalam Sidang Paripurna, sementara di luar Sidang Paripurna suara mereka tidak berarti apapun meski diteriakkan sekeras-kerasnya sampai urat leher terlihat menegang.
Marilah kita berpikir untuk kepentingan rakyat. Tidak perlu larut mempersoalkan prosedur yang sudah lewat itu, karena sudah sah dan telah ditetapkan dengan surat keputusan.
Sesungguhnya, esensi dari Hak Angket DPRD Takalar ada pada alasan lahirnya yang merupakan penyebab jeritan masyarakat atas kesewenang-wenangan Bupati Takalar yang muaranya adalah kesengsaraan rakyat, bukan kesejahteraan rakyat.
Jadi, apa yang menjadi alasan Hak Angket bergulir, itulah yang paling penting untuk dibicarakan. Itu jika benar-benar kita peduli terhadap jeritan dan kepentingan rakyat yang diwakili.
Mari kita tengok alasan Hak Angket DPRD Takalar terhadap Bupati Takalar yang secara garis besarnya adalah:
1.Pengelolaan APBD yg tidak tertib dan tidak taat azas.
2.Penundaan Pilkades yang sudah tiga tahun berturut turut dianggarkan dalam APBD yang disinyalir untuk mengintervensi dana desa. Pemerintah pusat kemudian menyurat ke Gubernur Sulsel untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar.
3.Mutasi ASN dan guru yang tidak sesuai dengan aturan dan sudah berkali-kali mendapat teguran dari Komisi ASN dan Mendagri, namun tidak diindahkan.
4.Penanganan Covid -19 yang tidak mengindahkan petunjuk Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No 119/2813/SJ, No 177/KMK 07/2020 Tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah TA 2020 Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 19 (Covid-19) Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
Hal tersebut, menyebabkan tidak tersedianya dana penanganan dan pencegahan Covid-19 yang memadai, sehingga sangat membahayakan kehidupan masyarakat dari risiķo penyebaran dan dampak Covid-19.
Dengan melihat alasan tersebut, mari kita masing-masing dengan pikiran yang jernih dan dengan mendengar suara dari lubuk hati yang paling dalam untuk melihat persoalan Hak Angket ini.
Apakah memang Hàk Angket ini mengada ada seperti yang banyak dipersoalkan kalangan tertentu.
Apakah Hak Angket ini akan merugikan dan memyusahkan rakyat sehingga ditolak mati-matian oleh sebagian wakil rakyat dengan alasan tidak prosedural, padahal mereka tidak mengikuti prosedurnya. Meski sebagai wakil rakyat, dia seharusnya ikut mengawal prosesnya.
Namun, kami para pengusul dan pendukung Hak Angket melihat bahwa ini adalah sebuah proses demokrasi yang merupakan upaya perbaikan terhadap jalannya pemerintahan di Kabupaten Takalar.
Hak Angket tidak perlu ditakuti, apatah lagi mau dimatikan dengan berbagai macam cara, sehingga di kalangan masyarakat awam mungkin ada yang bertanya bahwa ANGKET itu sejenis ULAR BERBISA ka???
(H Andi Noor Zaelan, Anggota DPRD Takalar yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Takalar)