20 Tahun Mengajar Di Pulau Terluar Sulsel Honor Rp250 Per Bulan

Mentari belum menampakkan wajah di ufuk timur, namun biasnya sudah menerangi bumi. Ombak bergerak perlahan mencium lembut bibir pantai

Mentari belum menampakkan wajah di ufuk timur, namun biasnya sudah menerangi bumi. Ombak pun terlihat bergerak perlahan mencium lembut bibir pantai.

Kala pagi hendak menyapa, di salah satu sudut negeri ini, di sebuah pulau nun jauh di sana, seorang pria bergegas berkejaran dengan waktu.

Dia ingin bersegera mengarungi lautan yang nampak masih teduh. Mumpung alam terlihat bersahabat, dia bergegas agar bisa tepat waktu mengajar di pulau seberang.

Alumni PGSD Universitas Terbuka bernama Rustan itu menikmati tantangan alam yang harus dia taklukkan demi mewujudkan pemerataan pendidikan hingga ke pelosok negeri, di salah satu pulau terluar dan terpencil di Sulawesi Selatan.

Pria itu sudah 20 tahun mengabdi sebagai guru dengan honor Rp250.000 hingga Rp300.000 per bulan, di salah satu pulau terluar dan terpencil di Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.

Ayah tiga anak itu, menerima honor per triwulan atau per semester. Untuk menutupi kebutuhan keluarganya, Rustan mencari nafkah tambahan sebagai nelayan.

Awalnya, Rustan mengajar di Sekolah Dasar Negeri 9 di Pulau Sumanga, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Dia mengajar di pulau tempat tinggalnya itu, kurun waktu 2006 hingga 2017.

Pulau Sumanga merupakan, salah satu pulau di Kawasan Liukang Tangaya. Pulau terluar dan terpencil Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan.

Setelah mengabdi sebagai guru honorer di pulau tempat tinggalnya selama 11 tahun, Rustan jeda mengajar dan bergabung sebagai salah satu aparat desa setempat.

Enam tahun kemudian, Rustan kembali mengajar, setelah kontraknya sebagai aparat desa berakhir.

Karena di sekolah tempat mengajar sebelumnya (SDN 9 Sumanga) tidak ada lagi peluang untuk mengajar, Rustan memilih mengajar di Pulau Makarangana yang kebetulan butuh guru.

Pria yang mengaku lebih menikmati profesi sebagai guru itu pun memutuskan mengajar di SDN 25 Makarangana, Desa Samalana, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkep.

Sarjana PGSD Universitas Terbuka itu mengaku, mulai mengajar di SDN 25 Makarangana sebagai guru honorer, awal tahun 2024 ini berdasarkan SK per Januari 2024.

Menurut Rustan, di sekolah tersebut, hanya dia dan kepala sekolah yang aktif mengajar. Ada seorang guru yang baru lulus melalui jalur PPPK, namun belum bisa mengajar karena alasan kesehatan.

Rustan menjelaskan, di SDN 25 Makarangana ada 40 siswa. Mereka ditampung dalam dua kelas. Sebab meski ada dua bangunan sekolah, namun hanya satu yang berfungsi karena gedung yang satunya sudah rusak parah.

Untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar di Pulau Makarangana, Rustan yang tinggal di Pulau Sumanga harus menggunakan kapal kayu (Jolloro) dan menghabiskan waktu satu jam perjalanan.

Biaya perjalanan dari Pulau Sumanga ke Pulau Makarangana menggunakan jasa angkutan perahu Jolloro sebesar Rp200.000 per perahu berkapsitas 10 penumpang.

Artinya, jika penumpang perahu penuh, maka biaya hanya Rp20.000 per orang. Namun, jika penumpang kurang dari kapasitas perahu maka biaya per orang menjadi lebih besar.

Hanya saja, Rustan bisa menghemat biaya perjalanan karena menyeberang dari Pulau Sumanga ke Pulau Makarangana yang berjarak 5 mil menggunakan perahu Jolloro milik sendiri. Dia hanya mengeluarkan biaya bahan bakar sebesar Rp70.000 sekali jalan.

Pulau Makarangana adalah sebuah pulau kecil di gugusan Kepulauan Sabalana, perairan Laut Flores yang secara administratif masuk wilayah Desa Sabalana, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.

Demi menghemat biaya dan tenaga, Rustan memilih lebih banyak tinggal di Pulau Makarangana dibandingkan bersama keluarga di Pulau Sumanga. Jarak tempuh antar kedua pulau ini sejauh 5 mil.

“Kalau saya berangkat dari Pulau Sumanga hari Senin, nanti hari Sabtu baru pulang,” kata Rustan usai mengikuti Bimtek Peningkataan Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan yang diselenggarakan BBGP Sulsel di Pulau Sapuka, beberapa hari lalu.

Kedatangan Tim Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Sulawesi Selatan di Pulau Sapuka laksana oase di padang pasir.

Tim BBGP Sulawesi Selatan yang dipimpin Kepala Bagian Umum Drs Harisman datang membawa kebahagiaan berbagi ilmu buat guru di pulau tersebut.

Balai Besar Guru Penggerak Sulawesi Selatan Direktorat Jenderal GTK Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, ke Kawasan Liukang Tangaya menggelar Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan di Pulau Sapuka.

Bimtek (bimbingan teknis) di pulau terluar dan terpencil Sulsel yang berlangsung tiga hari, berjalan terlalau cepat.

Sejumlah Guru dan Tenaga Kependidikan mengatakan masih haus ilmu dari pemateri hebat Tim BBGP Sulsel, namun kegiatan sudah harus berakhir.

Rustan pun mengaku bahagia dan sangat berterima kasih bisa ikut Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan di pulau terluar dan terpencil yang diselenggarakan oleh Balai Besar Guru Penggerak Sulawesi Selatan di Pulau Sapuka, selama tiga hari.

Terkait bimbingan teknis ini, Rustan mengaku, minta izin secara khusus kepada orang tua murid untuk meninggalkan pulau dan tidak mengajar anak mereka sementara waktu selama mengikuti bimtek tersebut.

Rustan hanya salah satu Guru Hebat dan Luar Biasa yang sempat mengisahkan perjuangannya. Tak menutup kemungkinan masih banyak pahlawan dan pejuang pendidikan yang tak kalah heroiknya di pulau terluar dan terpencil lainnya.***

*) Muhammad Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *