Tim Appraisal Lahan Pammukulu Takalar Nilai Tanah Bermodal SPPT Lebih Tinggi Dari Tanah Bersertifikat Hak Milik

Djamaluddin. (Foto: M Said Welikin)

MAKASSARCHANNEL.COM – Kisruh lahan untuk Bendungan Pammukulu di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polongbangkeng Utara (Polut), Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, masih menyisakan potensi masalah. Salah satunya, soal penilaian tanah secara fisik dan non-fisik oleh Tim Appraisal yang diketuai Arifin.

Sebelumnya, diberitakan, seorang tokoh masyarakat Desa Kale Ko’mara Haji Djamaluddin, menggugat ke pengadilan. Dia juga mengirim surat ke Presiden, Ketua KPK, Kapolri, Kejaksaan Agung, Ketua DPR RI, Mendagri, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Haji Djamaluddin melalui telepon, Kamis (25/2/2021) siang, mengaku baru saja kembali dari Pengadilan Negeri Takalar bersama penesahat hukumnya mengikuti sidang mediasi atas gugatannya.

Selain menyampaikan jadwal sidang, Djamaluddin yang akrab disapa Haji Alle ini, menegaskan, langkah itu dilakukan bukan karena tidak bersyukur, tetapi sudah menyangkut hak, sehingga harus dikejar.

Dia menambahkan, tanah yang dimiliki saat ini adalah tanah leluhur dan dimanfaatkan turun temurun. Dari sekian hektare baru empat hektar lebih, yang dinaikan status hukumnya menjadi sertifikat hak milik.

Berita Terkait :
Dugaan Diskriminasi Harga Tanah Di Bendungan Pammukulu Takalar, Tim Appraisal Lahan Bungkam

Haji Alle yang pensiunan Aparat Sipil Negara (ASN) ini, mengaku nalarnya terganggu menyaksikan cara kerja Tim Appraisal dan P2T yang menempatkan tanah bersertifikat hak milik lebih rendah nilainya dari tanah yang hanya bermodalkan, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang(SPPT), milik Rappung Dg Ngalle.

Menurut Haji Alle, “Tanah Bersertifikat Hak Milik dinilai Rp18 ribu permeter persegi, semantara tanah bermodal SPPT, dinilai Rp25 ribu. Selain itu, nilai total fisik tanah, yang bermodalkan SPPT, lebih tinggi dari tanah bersertifikat hak milik.”

Dia juga mengatakan, “Yang lebih hebatnya lagi, penilain non fisik tanah garapan Rappung Dg Ngalle luar tinggi harganya kurang lebih Rp309 juta, tanah milik saya hanya Rp112 juta. Kalau berbicara luas dan letak tanah maka, luas tanah garapan Rappung Dg Ngalle, kurang 1,9 hektare, luas tanah saya empat hektar lebih. Soal letak posisi tanah sama-sama di zona B, dan sama-sama tanah produktif.”

Terpisah, seorang pemuda yang mengaku berasal dari Desa Kale Ko’mara saat ditemui usai salat Lohor di Masjid Agung Takalar, Kamis (25/2/2021), menyampaikan informasi dugaan terjadi diskriminasi harga itu, sudah berkembang di masyarakat.

Sementara itu Ketua P2T yang juga Kepala BPN Takalar, Muhammad Naim belum merespon konfirmasi wartawan media ini melalui WhatsApp, Rabu (24/2/2021), begitu juga Ketua Tim Appraisal Arifin. (kin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *