Diskusi buku Puisi Untuk Palestina berlangsung di Markas Komunitas Anak Pelangi Jl Daeng Tata III, Lorong Daeng Jakking, Parangtambung Makassar, Minggu (24/3/2024).
Tiga akademisi yang juga penulis tampil membahas buku tersebut. Yakni Syafruddin Muhtamar, Anil Hukma, dan Andi Marliah.
Andi Ruhban, akademisi sekaligus penulis, memandu bincang santai yang berlangsung hampir sejam menjelang buka puasa itu.
Seperti kebiasaan Komunitas Anak Pelangi, sebelum memasuki acara inti, ada persembahan tari selamat datang, disusul lantunan kalam Ilahi dan pembacaan puisi.
Dilanjutkan sambutan founder Komunitas Anak Pelangi Rahman Rumaday, Koordinator Satupena Sulsel Rusdin Tompo, dan Presiden IPMI, Muhammad Amir Jaya.
Usia sesi pembukaan, Master of Ceremony, Ningsih (binaan Komunitas Anak Pelangi), menyerahkan mic kepada Andi Ruhban untuk memandu diskusi.
Lorong Literasi
Sebelum membahas buku Puisi Untuk Palestina, Akademisi Syafruddin Muhtamar memuji antusiasme aktivitas literasi di Lorong Daeng Jakking, Makassar.
Dia menyebutnya lorong yang punya kepedulian besar terhadap literasi dan menjadi fenomena menarik dalam pemberdayaan masyarakat.
Syafruddin menilai, desain buku setebal 163 halaman yang memuat 84 puisi dari 34 penulis ini, sangat simple dan unik, serta marketable.
Dosen Universitas Dipanegera Makassar ini menyebut tindakan Israel di bumi Palestina sangat di luar nalar manusia manapun.
“Setelah membaca buku ini, saya menemukan jejak ideologis dalam membela Palestina pada kalimat yang digunakan di setiap puisi,” katanya.
“Ini dalam rangka solidaritas,” katanya.
Syafruddin mengatakan, banyak yang menjadikan puisi untuk mengungkapkan ideologi dalam kata-kata yang ekspresif sebagai gambaran isi jiwa yang ingin disampaikan.
“Dan seluruh sejarah Palestina adalah perjalanan jihad sampai tiba saatnya mencapai kemerdekaan,” katanya.
Terminologi jihad bisa ditimbang dalam sastra. Penyair yang menyumbang Puisi Tentang Palestina dalam buku ini sementara berjihad menuju penghukuman ukhrawi terhadap Israel.
Luka Kemanusiaan
Pembicara kedua, Anil Hukma, menyebut Palestina sebagai luka sejarah. Kendati demikian, yang menulis tentang Palestina tidak banyak.
Meski sedih menyaksikan atau membaca berita tentang derita bangsa Palestina misalnya, namun tak mencatatnya dalam sebuah dokumen.
Palestina sudah identik dengan luka kemanusiaan. Dan Indonesia telah menegaskan posisi politiknya. Negeri ini sudah bersikap sejak era kepemimpinan Presiden Soekarno.
Tak heran jika sampai saat ini, tidak ada hubungan diplomatik dengan negara Zionis itu.
“Sangat absurd rasanya, masih ada bangsa yang belum merdeka di zaman seperti sekarang ini,” katanya.
“Ini ujian besar dari Allah dan kita hanya bisa berdoa agar ada jalan menyelesaikan,” katanya.
Kata itu abadi dan terdokumentasi. Kata sebagai energi yang membingkai semuanya. Hanya kepada kata-kata untuk mewakilkan diri kita.
Tempat Literasi Membumi
Tentang Lorong Daeng Jakking yang berbatasan dengan dinding kantor Lurah Parangtambung itu, Anil Hukma menyebutnya sebagai tempat literasi membumi.
“Kantong sastra ada benihnya di tempat ini,” katanya.
Dalam pandangan Anil, di Lorong Daeng Jakking yang padat penduduk itulah, sesungguhnya literasi sangat membumi. Bukan di hotel berbintang.
Klaim Anil Hukma itu tidaklah berlebihan. Jika mengamati belasan tahun perjalanan Komunitas Anak Pelangi melakukan pemberdayaan, hasilnya sudah terlihat secara kasat mata.
Bukan hanya anak-anak yang membaik pola pikirnya. Secara umum, warga juga merasakan perubahan yang sangat mendasar. Kebersamaan dalam setiap hajatan sangat terasa.
Gotong Royong
Di sinilah gambaran sejati praktik gotong royong berlangsung. Dalam setiap even, warga secara sadar melakukan segalanya dalam satu rasa. Saling membantu mensukseskan kegiatan secara bersama.
“Benih sastra ada di sekitar kita. Yang dibutuhkan hanyalah keinginan dan kepekaan kita untuk melakukannya,” kata Anil.
Pembincang ketiga adalah Kepala SMP Muhammadiyah 3 Makassar, Andi Marliah.
Penulis yang juga penyair ini menyebut buku Puisi Untuk Palestina ini merupakan ungkapan perasaan penulisnya.
Perlu memahami apa itu puisi dan bagaimana menulisnya. Apalagi ada unsur batin di dalamnya.
Menurut Andi Marliah, para penyumbang tulisan dalam buku tersebut sudah membangun estetis puisinya.
Salah satunya bisa dibaca pada larik, “Di bumi Palestina, bumi para nabi terpahat.”
Melalui buku puisi tersebut, pembaca bisa merasakan suasana batin dan denyut nadi bangsa Palestina.
Lomba Puisi Lorong
Anggota DPRD Kota Makassar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Yenni Rahman, mengaku tertarik dengan puisi karena sangat menggugah.
“Dengan membaca puisi, hati menjadi lembut,” kata anggota DPRD Kota Makassar.
Sayangnya, saat ini, hampir pernah lagi mendengar anak-anak bicara tentang puisi.
“Ini tantangan buat anak-anak kita,” kata anggota DPRD Provinsi Sulsel terpilih dari Partai Keadilan Sejahtera itu.
Yenni Rahman berniat mewujudkan impiannya mengadakan lomba baca puisi di setiap lorong agar puisi makin membumi.
“Saya siap berkontribusi untuk lomba puisi di lorong,” janji Yenni Rahman.
Sebagai anggota dewan, Yenni Rahman akan berkomunikasi dengan PKK agar menggunakan dana hibah yang menyentuh langsung masyarakat, khususnya kegiatan di lorong.
Menurut Yenni Rahman, orang-orang di lorong juga punya kapasitas sama dengan warga lainnya.
“Yang besar selalu dimulai dari yang sederhana,” katanya.
Membincang tentang kezaliman negara Zionis terhadap bangsa Palestina, ibarat melihat perjalanan jihad bangsa yang bermukim di bumi asal-usul para Nabi itu. ***
*) Muhammad Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM