Korupsi Karena Religius?

Kita selalu bangga menyebut diri sebagai bangsa yang religius.

Yah … religius. Di mana-mana di pelosok negeri ini banyak berdiri tempat ibadah. Tempat ibadah yang dibangun khusus oleh masing-masing pemeluk agama.

Ada yang didirikan di lembah, di lereng- lereng bukit, sampai ke puncak Gunung Lawu. Di kantor-kantor dan pemukiman pun tak sulit menemukan bangunan sebagai tempat untuk ibadah.

Religius? Yah … setiap hari di mana-mana ada ritual religi dari kegiatan menanam sampai upacara.

Religius? Yah benar, ada yang salah sebut ayat pasti didemo dan dikurung bertahun-tahun atas kesalahan menyebut ayat.

Jadi, jangan main-main dengan soal religi di negeri ini karena kami bangsa yang religius.

Karena religius pulalah, kami amat pemaaf. Karena itu adalah bagian dari ajaran yang religius.

Karena kami pemaaf pulalah sehingga korupsi di negeri kami tumbuh subur.

Itu karena kami pemaaf. Memaafkan kesalahan mereka yang secara sadar mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

Mengambil bukan karena kesulitan hidup tetapi karena keserakahan dan tega hidup mewah di atas penderitaan rakyat negeri ini.

Karena mudah memaafkan itu pulalah, sehingga tak sedikit koruptor yang justru dielu-elukan dan disambut bak pahlawan saat keluar kurungan.

Sebagian koruptor bebas lebih cepat karena diringankan hukumannya. Bahkan, tak sedikit yang bisa duduk kembali di posisi sebagai pejabat seolah perbuatan korupsinya tak perlu diungkit lagi.

Sungguh bangsa kami baik karena religius.

Jadi jangan heran, jika korupsi merebak di mana-mana. Itu karena kami pemaaf. Karena kami bangsa yang religius.***

*) Kalibata, Sabtu, sembilanduabelasduanolduatiga. Jakobus Kamarlow Mayong Padang, mantan wartawan Haarian Pedoman Rakyat Makassar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *