Ini Penjelasan JK Soal Kritiknya ke Proyek Infrastruktur

Bagi sembako pekerjaan camat. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan itu menanggapi presiden jokowi yang bagi-bagi sembako di depan istana

MAKASSARCHANNEL.COM – Sejak melancarkan kritikan terhadap proyek infrastruktur, khususnya Light Rail Transit (LRT) Jabodebek. Publik menengarai ada keretekan dengan Jokowi.

Kepada wartawan di kantornya, Selasa (29/1/2019), JK menjelaskan, kritikan tersebut harus dilihat dari konteks di mana ia menyampaikannya.

“Saya bicara itu di muka para konsultan, di depan insinyur lulusan Universitas Gadjah Mada,” kata JK.

Kala itu, JK meminta agar para konsultan, juga insinyur bekerja secara efektif dan efisien.

“Saya kritik konsultan untuk berpikir logis. Saya juga mengkritik insinyur untuk tidak asal membangun,” tambah dia dilansir CNNIndonesia.

JK mencontohkan, LRT dari Jakarta ke Bogor tidak perlu menggunakan rel melayang. Apalagi, biaya pembangunan elevated railway berkisar 10 kali lipat dari yang di atas tanah. Rel melayang, hanya cocok dibangun di area perkotaan yang padat.

“Infrastruktur itu penting, tetapi jangan sampai kemahalan karena kesalahan dalam perencanaan,” katanya.

Jusuf Kalla juga mengungkapkan bahwa bukan baru kali ini saja dirinya mengkritik perencanaan pembangunan infrastruktur. Dia sudah menyampaikannya sejak dua tahun lalu. Bahkan dalam rapat kabinet yang dihadiri presiden dan para menteri.

JK mengkritik pembangunan LRT Jabodebek karena dianggap terlalu mahal. Biayanya mencapai Rp 500 miliar per kilometer. Menurut JK, jika terlalu mahal, maka sulit balik modal.

Sebagai pelaksana pembangunan LRT Jabodebek, Direktur Operasi II Adhi Karya (Persero) Tbk Pundjung Setya Brata, mengatakan, biaya LRT Jabodebek yang digarap oleh perusahaan konstruksi pelat merah itu masih bersaing. Itu jika dibandingkan dengan proyek serupa di negara lain, maupun MRT Jakarta.

“Kalau bicara per km Rp 500 miliar, dibandingkan dengan MRT dan sebagainya, apalagi dibandingkan di Singapura, harga kita cukup kompetitif,” kata dia.

Pundjung menjelaskan, dalam melihat biaya Rp 500 miliar tersebut harus secara menyeluruh. Biaya tersebut tidak hanya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalur LRT, tapi meliputi teknologi yang digunakan.

“Dalam menerima informasi cost (biaya) harus paham dulu skop pekerjaannya apa, teknologi yang dipakai apa,” sebutnya.

Selain itu, dalam nominal biaya Rp 500 miliar per km juga meliputi biaya penyediaan stasiun dan pembangunan Depo LRT. Depo ini digunakan untuk menyimpan kereta, tempat perbaikan, dan perawatan.

“Jadi cost tadi sudah mengandung cost untuk depo, biayanya nggak murah itu. Cost itu termasuk depo dan stasiun,” ujarnya.

“Cost memang selalu jadi isu. Kita ingat pembangunan MRT tahun 2012 ada jejak digital sempat ada perdebatan. Saya hanya ingin ingkatkan isu seperti ini masih sering terjadi sehingga perlu penjelasan yang jelas dalam melihat cost,” tambahnya. (sar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *