Dari hasil pemantauan yang didukung FAO-FLEGT Programme itu, lanjut Mustam, ada indikasi masyarakat lokal yang terlibat dalam jual beli kayu, punya risiko hukum dibandingkan dengan pengusaha atau pembeli kayu yang memanfaatkan jasa mereka.
Menurut Mustam, ketika petugas menemukan pembalakan liar maka yang ditangkap dan diproses hukum adalah eksekutor atau pelaku di lapangan yang biasanya adalah rakyat di sekiktar hutan.
Berita Terkait :
Prof Yusran Desak Pemerintah Kuatkan SVLK
“Masyarakat yang menebang kayu, kalau tidak sempat melarikan diri, akan ditangkap petugas. Diproses hukum sampai ke pengadilan,” kata Mustam.
Dikatakan pula, pihak pengusaha atau pendagang kayu yang memanfaatkan jasa masyarakat untuk menebang kayu, jarang tersentuh hukum. Padahal, mereka sebenarnya adalah pemilik kayu ilegal.
Pemantau independen menurut Mustam mensinyalir ada kesepakatan antara pihak pembeli dan penebang untuk tidak membuka atau menyebut nama mereka yang membeli kayu hasil pembalakan liar itu dengan kompensasi tertentu.