Pertemuan persiapan Lomba Peningkatan Peran Keluarga Menuju Ketahanan dan Kesejahteraan (P2K3) Tingkat Provinsi Sulsel, Senin (4/11/2019). (Foto : Dok Rusdin Tompo)
MAKASSARCHANNEL.COM – Sekolah Ramah Anak (SRA) harus jadi budaya, bukan hanya dalam rangka lomba. Itu simpulan dari pertemuan antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Komite Sekolah Kompleks Borong, Kepala sekolah dan guru-guru SD Inpres Borong dan SDN Borong serta perwakilan orang tua siswa.
Pertemuan ini diadakan sebagai persiapan Lomba Peningkatan Peran Keluarga Menuju Ketahanan dan Kesejahteraan (P2K3) Tingkat Provinsi Sulsel, Senin (4/11/2019).
Kepala SD Inpres Borong, Muslih S.Pd, M.Pd berharap sekolahnya bisa jadi bagian dari SRA. Untuk itu, Muslih berkomitmen untuk memenuhi ketentuan yang jadi indikator SRA. Sementara Ketua Komite SD Kompleks Borong, Drs H. Marzuki mengapresia pertemuan yang dilakukan, apalagi menghadirkan sejumlah orang tua dari kedua sekolah.
“Hadirnya orang tua supaya kita semua paham apa itu SRA,” kata Marzuki saat membuka pertemuan.
Hj Faridah, Kasubid Pengarusutamaan Anak DP3A Kota Makassar, mengingatkan bahwa untuk membangun komitmen SRA harus dimulai dari deklarasi yang dilakukan bersama oleh semua pemangku kepentingan.
Baca Juga :
Keluarga Korban Rudapaksa Datangi Polres Jeneponto Tuntut Ini
Baso Temmanengnga, yang hadir sebagai pemateri SRA dari DP3A, menjelaskan bahwa dalam mewujudkan SRA, ada banyak aspek yang mesti diperhatikan. Antara lain, perlu ada komitmen tertulis yang dibuat oleh pimpinan sekolah. Perlu juga program-program yang mendukung SRA. Misalnya, proses belajar mengajar yang ramah.
“Jangan atas nama disipilin lalu dilakukan kekerasan terhadap anak,” kata Baso mengingatkan.
Selanjutnya, perlu juga pendidik dan tenaga kependidikan yang terlatih dan paham Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA). Sehingga mereka mampu menangangi persoalan anak di sekolah. Karena anak berhak mendapat perlindungan selama berada di lingkungan sekolah, dan di masyarakat pada umumnya. Disampaikan, perlu ada kebijakan khusus dalam penanganan persoalan anak, di mana hal itu tidak merugikan anak.