Suasana A’dangang di rumah duka keluarga Puang Pace bin Tobo di Dusun Teteaka, Desa Tambangan, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin (10/6/2019). (Foto : Ahmadi/ Mahasiswa Prodi Komisi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).
MAKASSARCHANNEL.COM – Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan, dikenal sebagai salah satu suku dengan kekayaan ritual adat istiadatnya yang beragam. Salah satu ritual yang masih tetap dipertahankan adalah A’dangan.
Ritual A’dangan adalah proses pelepasan roh orang yang meninggal sampai pada hari ke seratus. Menurut kepercayaan suku Kajang, orang yang sudah meninggal dunia belum sepenuhnya menuju alam baka atau masih berada di sekitar keluarga hingga seratus hari.
Selain itu, A’dangan juga dilaksanakan sebagai bentuk pelepasan roh orang yang sudah meninggal dengan urusan dunia.
Mahasiswa Prodi Komisi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Ahmadi, melaporkan, salah seorang warga setempat bernama Marking di rumah duka keluarga Puang Pace bin Tobo di Dusun Teteaka, Desa Tambangan, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Senin (10/6/2019), mengatakan, “A’dangan itu sebagai ritual untuk melepas roh orang yang sudah meninggal dengan urusan dunia, karena kami meyakini roh orang yang meninggal masih ada di sekitar keluarga sebelum ritual A’dangan dilaksanakan.”
Baca Juga :
Horeeee … Gaji ke-13 PNS Cair 1 Juli 2019
Untuk melaksanakan Ritual A’dangan, katanya, keluarga duka harus mempersiapkan modal sekitar Rp 100-200 juta untuk mempersiapkan aneka jenis makanan untuk disajikan dalam tradisi adat ini.
Dalam pelaksanaanya, ritual A’dangan menyiapkan songkolo (nasi beras ketan) merah, hitam, dan putih. Ada pula kue merah yang dibungkus dengan baku karaeng (bakul) yang menjadi sajian utama untuk para tamu. Namun yang terpenting adalah keluarga wajib memotong kerbau yang menjadi ciri khas dari A’dangan.
Kehadiran semua pemangku adat Suku Kajang menjadi tanda dimulainya ritual A’dangan. Ammatoa adalah pemimpin ritual A’dangan dengan melibatkan 26 pemangku adat Suku Kajang lainnya.
Sebelum ritual dilaksanakan, semua keluarga yang berduka harus menggunakan Tope Le’leng atau sarung hitam sebagai simbol bahwa keluarga tersebut sedang berduka. (har)