Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria telah dikeluarkan namun tidak membawa dampak positif bagi agenda Reforma Agraria di Indonesia. Klaim dan penetapan kawasan hutan secara sepihak dan semena-mena oleh Rezim Kehutanan yang tertuang dalam SK.434/Menhut-II/2009, tanggal 23 Juli 2016, tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 2.725.796 Ha telah memposisikan masyarakat sebagai penjahat dan perambah hutan,” tegas Edi.
Tragisnya, lanjut Edi, tahun 2019, Kementerian Kehutanan kembali melakukan perubahan peruntukan fungsi kawasan hutan dan penunjukan bukan kawasan menjadi Kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Selatan dalam SK 362 / Menlhk/ Setjen PLA.0/ 05/ 2019. Penunjukan dan penetapan ini seharusnya mengembalikan hak-hak masyarakat yang telah diambil selama puluhan tahun, sekaligus menjadi niat baik dari penyelesaian konflik-konflik agraria dan menghentikan praktik perampasan tanah-tanah rakyat oleh Kehutanan, namun ternyata nihil.
“Bisa dipastikan, kampung-kampung, desa-desa di Indonesia dalam catatan BPS sejumlah 25.863 yang berada dalam klaim Kehutanan atau 1.028 desa/ kelurahan yang berada dalam klaim kawasan hutan dari 3.030 desa/ kelurahan yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan
akan menjadi bom waktu massifnya kriminalisasi rakyat dan pengusiran petani-petani, masyarakat adat dari sumber-sumber agraria, penghidupan dan tanah-tanah leluhurnya,” tegas Edi.
Baca Juga :
LBH Makassar Dampingi 4 Mahasiswa Gugat Rektor IAIM Sinjai
Berdasarkan uraian di atas, maka kami mendesak, Pertama, Polres Watansoppeng dan jajaran Kepolisian di manapun berada menghentikan upaya dugaan kriminalisasi terhadap Natu bin Takka, juga masyarakat lainnya yang menebang pohon hanya semata-mata untuk kepentingan sandang, pangan, dan papan, bukan untuk kepentingan komersil (pihak lain).
Kedua, Mendesak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan seluruh lembaga terkait untuk menghentikan praktik dugaan kriminalisasi dan intimidasi terhadap petani yang sudah turun temurun mengelola lahan dan tidak menjadikan hasil kebun untuk tujuan komersil.”
Ketiga, Mendesak Presiden Joko Widodo menjalankan agenda Reforma Agraria secara menyeluruh dan segera melepaskan tanah-tanah masyarakat yang berada di dalam klaim kawasan hutan demi kepastian hukum, keadilan serta penghormatan kedaulatan hak-hak rakyat sehingga tidak terjadi kriminalisasi petani dikemudian hari,” tutup Edi.
Terkait dugaan kriminalisasi itu, Kabid Humans Polda Sulsel Kombes Pol Ibrahim Tompo, yang dikonfirmasi belum merespon pesan konfirmasi via WhatsApp yang dikirim wartawan media ini, Minggu (8/3/2020). (kin)