MAKASSARCHANNEL, JENEWA – Anggota Komite HAM PBB pertanyakan netralitas Presiden Jokowi terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
Anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (HAM PBB) CCPR, Bacre Waly Ndiaye menanyakan itu dalam sidang di Jenewa, Swiss, Selasa (12/3/2024).
Ndiaye melontarkan sejumlah pertanyaan terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024. Termasuk netralitas Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024.
Perwakilan negara anggota CCPR hadir dalam sidang tersebut, termasuk Indonesia.
orum membahas isu HAM terbaru di sejumlah negara dengan sesi tanya jawab masing-masing anggota komite HAM PBB.
Isu HAM Dan Pemilu 2024
Anggota Komite HAM PBB dari Senegal, Bacre Waly Ndiaye, menanyakan isu HAM terkait dinamika Pemilu 2024 RI.
Ndiaye memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.
“Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan,” kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV.
Dia menambahkan, “Apa langkah-langkah diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tidak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?”
Penyelidikan Dugaan Intervensi
Ndiaye juga bertanya apakah Pemerintah sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut.
Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat yang memimpin delegasi Indonesia, tidak menjawab pertanyaan itu.
Saat sesi menjawab, delegasi Indonesia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan lain.
Di antaranya, dugaan pengerahan militer ke Papua, kebebasan beragama, kasus Panji Gumilang, hingga kasus Haris-Fathia.
Delegasi Indonesia juga menjawab soal hak politik orang asli Papua yang ditanyakan Ndiaye bersamaan dengan kasus pencalonan Gibran.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menyayangkan aksi para delegasi Indonesia di Sidang CCPR.
Kegagalan Pemerintah Indonesia
Dia menilai reaksi dari delegasi yang tidak menjawab isu-isu krusial terkait HAM dan demokrasi di Indonesia.
Koordnator Kontras itu menyebut hal ini sebagai bentuk kegagalan Pemerintah Indonesia menunjukkan kemajuan HAM di Indonesia.
Melalui keterangan tertulisnya, Kamis (14/3/2024), Dimas mengatakan, “Tidak sedikit pertanyaan yang tidak dijawab dengan lugas. Seperti pelanggaran etik Gibran Rakabuming Raka.”
Termasuk penguatan KuPP di Indonesia terkait isu penyiksaan, serta penggunaan kekerasan berlebih terhadap masyarakat sipil yang mengekspresikan pendapatnya di demonstrasi. (bas)