Jaringan Internet, Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka Di Luwu Timur

MAKASSARCHANNEL, MALILI – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu Timur, Drs La Besse, membuka pertemuan Pendampingan Implementasi Kurikulum Merdeka Jalur Mandiri di Hotel Lagaligo, Malili, Luwu Timur, Kamis (24/11/2022).

Pertemuan yang dilaksanakan oleh Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu Timur itu, diikuti 40 peserta utusan sejumlah sekolah dan PKBM di Luwu Timur.

Kadis Pendidikan, La Besse, dalam sambutannya antara lain mengatakan, Pemerintah Luwu Timur sangat berkomitmen memajukan pendidikan di daerah tersebut.

Salah satu bukti keseriusan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur memajukan pendidikan, menurut La Besse adalah, beberapa waktu lalu, telah menandatangani MoU dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset, dan Teknologi, terkait implementasi kurikulum merdeka.

Kepada peserta, La Besse mengingatkan agar serius mengikuti materi yang diberikan, karena yang berat dilakukan dalam setiap kegiatan adalah implementasi. Termasuk implementasi kurikulum merdeka jalur mandiri ini.

“Yang berat dilakukan itu adalah implementasinya. Tidak seberat dengan belajar teori dan hal lainya,” kata La Besse memotivasi peserta.

Berita Terkait :

Dijelaskan pula, bahwa kebijakan pendidikan di Luwu Timur setelah penandatanganan MoU implementasi kurikulum merdeka itu terlihat pada konsistensi pemerintah menjalankan UUD 1945 dan Undang Undang Sistem pendidikan.

APBD Luwu Timur, lanjut La Besse sudah memenuhi amanat Undang Undang Sistem Pendikan Nasional. Alokasi anggaran untuk mendukung pembangunan bidang pendidikan sudah di atas 25 persen.

Usai pembukaan, nara sumber dari Balai Besar Guru Penggerak Sulsel Dr Arwin memberi materi pengantar kemudian membagi peserta menjadi sembilan kelompok beradasarkan kecamatan asal sekolahnya.

Setiap kelompok memaparkan potensi dan kendala yang dihadapi oleh masing-masing guru di sekolahnya terkait implementasi kurikulum merdeka jalur mandiri.

Dalam diskusi itu, terungkap, umum mereka terkendala di ketersediaan jaringan internet yang kurang memadai, khususnya sekolah yang jauh dari kota. Yang paling berat adalah, mereka yang lokasi sekolahnya berada di seberang danau atau sungai.

Berita Terkait :

Selain itu, banyak juga guru yang sudah lanjut usia dan menjelang pensiun sehingga tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi. Seperti diungkapkan kelompok dari Kecamatan Towuti. Bahkan, di daerah itu belum ada wi-fi.

Di daerah tersebut banyak kepala sekolah yang menjadi guru biasa, sehingga anjlok produktivitasnya.

Kendala lainnya, partisipasi orang tua murid di wilayah itu nyaris tidak ada. Mungkin karena mereka umumnya bermata pencaharian nelayan dan petani sehingga perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya kurang memadai.

Pasokan listrik dari PLN yang kadang-kadang putus tiba-tiba juga menjadi salah satu kendala.

“Jika sementara login atau melakukan pembelajaran, tiba-tiba listrik padam maka apa yang kami kerjakan menjadi sia-sia,” ungkap salah seorang guru.

Berita Terkait :

Setelah memahami potensi dan kendala yang dihadapi terkait implementasi kurikulum merdeka di sekolah masing-masing, peserta pendampingan kemudian dipandu oleh pemateri lainnya dari BBGP Sulsel Dr Jamaluddin untuk mengatasi setiap permasalahan dihadapi.

Termasuk membuat aksi nyata yang belum dipahami. Mereka juga dimotivasi agar bisa menjadi motor penggerak di sekolah masing-masing, bahkan di sekolah lain di wilayah kerjanya untuk menyukseskan implementasi kurikulum merdeka jalur mandiri.

Terkait manfaat pendampingan yang berlangsung sejak pagi hingga sore itu, Sunarto, salah seorang peserta dari PKBM Buludeceng, mengaku bersyukur mendapat pencerahan untuk implementasi kurikulum merdeka ini.

“Sebelumnya, kami ini ibarat bis malam yang berjalan tanpa lampu penerangan, sekarang kami merasa ikut terpanggil untuk mengimplementasikan ilmu yang kami peroleh hari ini,” katanya.

Dia berharap, tim dari Balai Besar Guru Penggerak Sulsel terus memantau perkembangan dan memberi arahan agar tujuan pendidikan tercapai.

Berita Terkait :

Hal senada dikemukakan juga peserta lainnya, Damaris, dari SD 194 Maleku, Kecamatan Mangkutana. Dia mengatakan, pendampingan ini membuka wawasannya tentang implementasi kurikulum merdeka.

“Sebelumnya kami tak paham sama sekali apa itu kurikulum merdeka. Tetapi sekarang wawasan kami sudah terbuka,” katanya.

Dia melanjutkan, “Kami akan tetap bertanya untuk menyelesaikan setiap masalah yang kami hadapi.” (bas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *