Di Makassar satu industri besar bangkrut, lainnya menutup sementara, ada yang terancam tutup. Sebagian unit usaha beroperasi berdasarkan stok bahan baku yang tersedia. Ada industri yang masih bertahan yang masih bisa memperoleh pasokan bahan baku dan bisa menjual produk meski produk dan pendapatan menurun.
Di Luwu Timur, PT Berdaya Hijau, sebuah perusahaan konsorsium kelompok tani hutan, dampingan Sulawesi Communty Foundation (SCF) justru tidak bisa memenuhi pesanan yang meningkat dari Jawa di masa pandemi karena industri pengolahan kayu kesulitan modal.
Berita Terkait :
Oknum Aparat Terlibat Kejahatan Kehutanan
Sementara industri kecil yang dipantau, hampir semuanya anjlok. Dengan berbagai siasat dilakukan untuk tetap bertahan di masa pandemi. Hanya ada satu atau dua industri yang bisa menerima pasokan bahan baku dan punya modal untuk bisa tetap beroperasi, meskipun pendapatannya berkurang.
Dampak pandemi sangat dirasakan oleh industri kecil. Selain kekurangan pasokan bahan baku, permintaan kayu atau produk kayu juga anjlok. Sebagian industri kecil mengandalkan permintaan pasokan kayu atau produk kayu dari proyek-proyek properti.
Tetapi di masa pandemi, proyek-proyek bangunan atau perumahan juga berkurang drastis, bahkan di daerahdaerah kabupaten hampir tidak ada pelaksanaan program properti. Kondisi ini membuat pendapatan industri kayu/kehutanan di Sulawesi Selatan anjlok dari 30- 70 persen.
Industri dilematis menghadapi situasi ini terutama terkait dengan karyawan. Melakukan PHK konsekuensinya adalah pembayaran pesangon. Mempertahankan karyawan berat dilakukan ketika perusahaan tidak punya pemasukan keuangan yang memadai.