MAKASARCHANNEL, JAKARTA – Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, lembaga tersebut siap mengadili sengketa Pemilu 2024 dan menegaskan bahwa MK bukan Mahkamah Kalkulator.
Dia menyebutkan, sejumlah langkah telah dilakukan, dari membuat regulasi terkait hingga memberikan bimbingan teknis ke para pihak yang berperan dalam sidang sengketa pemilu.
“Seluruh regulasi yang terkait itu sudah kami siapkan dan kami juga sudah memberikan bimbingan teknis kepada stakeholders terkait. Terutama partai politik peserta pemilihan umum kemudian KPU, Bawaslu, dan dalam waktu dekat ini kami akan mengadakan kegiatan untuk advokat. Tetapi terus terang saja ini tidak bisa menjangkau semuanya apalagi seratus persen. Karena memang ada handicap waktu dan budget di situ. Sehingga perwakilan-perwakilan dari partai politik, KPU, Bawaslu dan mungkin advokat hanya dua angkatan saja,” kata Enny sebagaimana dilansir website Mahkamah Konstitusi (MK), Minggu (1/10/2023).
Hal itu disampaikan juga saat menjadi pembicara kunci dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara ke-2 (KNAPHTN-HAN ke-2), Sabtu (30/9/2023) di Batam.
Ketika itu turut hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut yakni Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah serta Idham Chalid mewakili KPU.
Enny menyampaikan MK telah menyiapkan piranti untuk penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum.
Padahal, menurut Enny, berdasarkan pengalamannya, pada saat penyelesaian perselisihan hasil itu ia melihat banyak hal yang perlu dipahami dengan sangat baik terutama bagi partai peserta pemilu termasuk penyelenggaranya. Hal ini dikarenakan biasanya persidangan speedy trial dibatasi oleh waktu.
“Waktu untuk pendaftaran itu sangat terbatas sekali. Jadi sangat terbatas sekali 3×24 jam untuk kemudian pendaftaran dari pileg, pilpres itu tiga hari setelah diumumkan begitu juga dengan pilkada,” jelasnya di hadapan para peserta konferensi.
Sehingga, ia melanjutkan kebiasaan yang terjadi di situ para calon pemohon biasanya mereka akan menggunakan waktu yang lebih cepat daripada waktu yang telah ditentukan untuk waktu terakhirnya itu. Sehingga mereka (calon pemohon) menggunakan waktu yang lebih cepat di awalnya.
“Memang terdapat persoalan yang mana terkadang mereka khawatir ketika mengajukan permohonan itu takutnya tidak bisa masuk permohonannya. Sehingga mereka seperti dokter yang antre ambil nomer. Itu yang tidak boleh. Jadi pada waktu bimtek saya sampaikan andaipun anda akan mencalonkan dan sekarang sudah menjadi calon anggota legislatif, anda pun harus mempersiapkan kalah atau menang. Ketika siap kalah anda juga harus sudah mempersiapkan bagaimana dokumen-dokumen yang anda gunakan, andaikata misalnya anda ingin mengajukan permohonan ke MK terkait penyelesaian perselisihan hasil itu,” tegasnya.
Menurut Enny, MK memiliki fungsi dan kewenangan berkaitan dengan penyelesaian perselisihan hasil. Jadi yang mereka tunggu itu memang pada akhirnya hasil akhir yang telah ditetapkan oleh KPU yaitu rekapitulasi hasil akhirnya bukan final sekali sampai proses sengketa itulah yang final. Jadi, hasil yang sudah ditetapkan oleh KPU. Itu yang harus mereka tunggu.
Enny menegaskan MK memang berkaitan dengan penyelesaian perselisihan hasil. Apabila kita baca dengan cermat UU pemilu, sesungguhnya UU tersebut sudah membagi habis semua kewenangan.
“Kewenangan KPU tegas, apalagi Bawaslu, MK itu adanya di ujung yaitu terkait dengan perselisihan hasil. Hasil itu keluarnya angka-angka yang ditetapkan oleh KPU. Ini yang kadang-kadang oleh beberapa orang mereka bilang MK itu kayak Mahkamah Kalkulator gitu, lho yang dihitung itu cuma angka-angka. Jangan melihatnya secara sempit seperti itu. Kenapa? Karena memang yang diberikan oleh konstitusi maupun undang-undang adalah penyelesaian perselisihan hasil,” kata Enny.
“Di balik hasil itulah kemudian banyak permohonan yang mendalilkan ada persoalan yang mempengaruhi hasil tersebut. Bisa jadi persoalan itu bermuara pada proses yang seharusnya proses itu sudah selesai oleh KPU maupun Bawaslu. Tetapi ternyata bisa jadi proses itu tidak selesai atau bahkan tidak bisa ditangani dengan baik oleh kedua lembaga penyelenggara itu,” ucap Enny lagi.
Ia menyebut, hal itulah yang kemudian dalam rangka keadilan pemilu tidak ada lembaga lain yang dapat menyelesaikan itu. Bahkan kepada Bawaslu pun MK telah menyampaikan ketika perkara sudah masuk ke MK harus stop di Bawaslunya supaya tidak menimbulkan persoalan.
“Di sinilah kemudian bisa jadi dari berbagai putusan MK sudah ada beberapa putusan yang berkaitan dengan proses. Bahkan untuk pilkada, MK telah memutus karena telah terbukti betul ada persoalan disitu mau tidak mau harus mendiskualifikasi calon tersebut. Jadi, memang pemilukadanya harus diulang,” ungkapnya.
Enny juga menerangkan MK menggelar sidang secara terbuka dan tidak ada yang ditutupi. Berkenaan dengan hal itu, Enny mengatakan, apa yang telah dilakukan bimtek kepada partai peserta pemilu, KPU, Bawaslu dan Advokat itu tidaklah mencukupi. Sehingga MK berharap sekali dari APHTN-HAN seperti menjemput bola ikut membantu bagaimana di lapangan proses itu terutama kemudahan pemahaman kepada mereka. Hal ini dikarenakan dalam mengajukan permohonan menggunakan gunakanlah waktu itu semaksimal mungkin.
“Mereka gunakan untuk melengkapi dokumen yang terkait, penyakitnya kita adalah mendokumentasikan itu berat. Seringkali permohonan yang masuk disitu adalah permohonan yang kadang kala termasuk perkara yang pernah saya tangani itu ada yang tidak menyebutkan objektumlitisnya dari apa yang mereka ajukan. Padahal penting sekali menyebutkan surat keputusan dari KPU tentang rekapitulasi hasil karena itulah objeknya, itu penting itu,” tegas Enny. (aka)