MAKASSARCHANNEL, MAROS – Polres Maros sedang menyelidiki enam hektare hutan mangrove Maros yang musnah ditebang oleh oknum.
Hutan mangrove seluas enam hektare yang musnah itu terletak di Pantai Kuri Caddi, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu.
Polisi menemukan sekitar 6 hektare mangrove jenis api-api sudah musnah ditebang menggunakan gergaji mesin dan kini berubah menjadi lahan terbuka.
Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu, mengatakan kasus tersebut sudah tahap penyidikan, sejak November 2024, setelah dilakukan pemeriksaan selama dua bulan.
“Pelaku menebang mangrove menggunakan gergaji mesin. Padahal, kawasan ini merupakan ekosistem lindung,” ujar Iptu Aditya Pandu, Kamis (30/1/2025).
AM Milik Sertifikat
Polisi telah memeriksa seorang warga berinisial AM, yang mengaku sebagai pemilik lahan dan pelaku pembabatan.
Saat pemeriksaan, AM mengaku kepada polisi lahan mangrove tersebut bakal jadi tambak ikan.
“Kami masih mendalami bagaimana sertifikat hak milik bisa terbit di kawasan yang seharusnya dilindungi,” tambah Iptu Aditya Pandu.
Hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa AM memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan tersebut.
Kanit Tipidter Polres Maros, Iptu Wawan, mengatakan bahwa AM menggunakan modus membabat mangrove sebelum mengubahnya menjadi tambak.
“Saat dibabat, lahannya belum sempat dijadikan tambak, tetapi sudah ada petak-petak yang disiapkan. Kami langsung proses kasus ini pada 2024,” katanya.
Penjelasan BPN
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Maros, Murad Abdullah, menjelaskan bahwa SHM atas lahan tersebut diterbitkan sejak 2009, sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai ekosistem lindung berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2012.
Dia menyebutkan ditahun 2009, lokasi itu belum masuk pada kawasan mangrove.
“Pada tahun 2012 dengan Perda Nomor 4 tahun 2012 maka kawasan itu beralih menjadi kawasan mangrove,” kata Murad Abdullah.
Selanjutnya ditahun 2024, AM kembali mengajukan penurunan sertifikat dari hak milik menjadi hak pakai.
Dia mengatakan, “Dengan alasan berada di daerah pesisir, pemohon kemudian bermohon untuk diturunkan haknya menjadi hak pakai.”
Sejalan dengan itu ditahun 2024 pemohon kembali bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik.
“Nah dengan adanya hal ini, maka proses pengajuan peningkatan sertifikat hak pakai menjadi hak milik yang dimohonkan oleh si pemilik tidak kami proses lebih lanjut. Dengan alasan sudah masuk dalam ranah aparat penegak hukum dan disinyalir adanya pengerusakan mangrove,” katanya.
Pertanahan Tunggu Hasil Penyelidikan
Untuk kelanjutan proses itu, lanjut Murad, Kantor Pertanahan Maros menunggu hasil penyelidikan dari aparat penegak hukum Maros.
“Sebetulnya dalam hal pengerusakan mangrove dengan penerbitan sertifikat oleh kantor pertanahan Maros adalah dua hal yang sejajar tapi tidak bersinggungan.
Karena satu mengenai penerbitan satu pengerusakan. Sehingga kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros apakah akan kita lakukan peningkatan hak atau tetap hak pakai,” ungkapnya.
Diarea itu kata dia, ada dua sertifikat hak milik dengan luasan 64.344 meter persegi atau 6,4 Ha.
“Tapi yang diajukan penurunan dari hak milik ke hak pakai luasannya sekitar 36.289 meter persegi atau 3,6 Ha,” urai Murad. (mun)