MAKASSARCHANNEL, SUNGGUMINASA GOWA – Kapus Perpustakaan UIN Alauddin libatkan tukang jahit dalam kasus uang palsu.
Polisi menduga, Kapus Perpustakaan (Kapus) UIN Alauddin, Andi Ibrahim, membayar Rp3 juga kepada seorang penjahit untuk membuat benang uang palsu.
Benang pengaman uang buatan tukang jahit di Kabupaten Wajo itu, menyebabkan uang palsu dari UIN Alauddin Makassar terlihat nyaris sempurna.
Benang uang pengaman itu terlihat seperti tertanam di tengah ketebalan kertas dan tampak seperti garis dari atas ke bawah layaknya uang asli.
Pada uang asli, benang ini memiliki hologram atau teks mikroskopis yang dapat berubah warna ketika dilihat dari sudut berbeda.
Fitur seperti benang itu tidak hanya berfungsi sebagai pengaman visual, tetapi mesin penghitung uang juga dapat mendeteksinya.
Tertangkap Di Wajo
Pria berinisial AA pembuat benang uang palsu tersebut mengaku berasal dari Kabupaten Wajo.
Namun, hasil pemeriksaan petugas, pria berusia 42 tahun tersebut, berasal dari Makassar.
Anggota Satreskrim Polres Wajo bersama anggota Resmob Polres Gowa menangkap AA di Kelurahan Anabannua, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo.
Kasat Reskrim Polres Wajo, Iptu Alvin Aji Kurniawan, mengatakan, penangkapan AA berawal dari koordinasi Polres Gowa terkait pengembangan kasus uang palsu.
“Kami dari Polres Wajo terlibat dalam penangkapan AA setelah berkoordinasi dengan Polres Gowa mengingat keberadaan tersangka di wilayah hukum Polres Wajo,” kata Alvin.
Dia melanjutkan, “Peranan AA dalam sindikat pembuatan uang palsu, yakni membuat benang sehingga uang palsu yang dicetak menyerupai uang asli.”
Iptu Alvin mengatakan, Kapuas UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim, memberi upah Rp3 juta untuk membuat benang uang.
Polres Wajo telah menyerahkan telepon selular milik pelaku sebagai barang bukti kepada Polres untuk penyelidikan lebih lanjut.
Pelaku Bisa Bertambah
Pelaku sindikat uang palsu di Kabupaten Gowa, tidak menuntup kemungkinan akan bertambah.
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menyebut terus menelusuri kasus ini mencari orang-orang yang terlibat.
“Mungkin masih ada tersangka lainnya, jadi kami harap bersabar,” kata Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, Rabu (18/12/2024).
Mantan Kasat Reskrim Polrestabes Makassar ini mengaku siapa pun orangnya jika terbukti terlibat maka akan ditersangkakan.
Dalam kasus sindikat uang palsu ini polisi masih terus melakukan pengembangan dan mengumpulkan barang bukti.
Pemodal Besar
Terpisah, anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menduga, ada sosok pemodal besar di balik keberadaan mesin pencetak uang palsu di dalam Kampus UIN Alauddin Makassar.
Legislator NasDem ini menguatkan dugaan dengan barang bukti mesin berukuran besar yang disita Polres Gowa.
Menurut Rudianto, untuk mengadakan mesin yang cukup canggih seperti itu butuh modal yang tidak sedikit.
Tentu, pengadaannya pun kata dia, harus membutuhkan pemodal yang tidak sembarangan.
Olehnya itu, Rudianto Lallo pun meminta polisi agar tidak berhenti menyelidiki kasus itu hanya pada 15 orang pelaku yang telah ditangkap.
“Saksi-saksi kan sudah ditersangkakan 15 orang itu, kan bisa pengembangan di situ, digali keterangannya,” ujar Rudianto Lallo saat ditemui di rumah aspirasi yang bakal diresmikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (18/12) sore.
“Siapa otaknya, siapa pemodalnya minimal. Ini kan pakai uang ini, alatnya canggih pasti mahal harganya, dan siapa bandarnya, kira-kira begitu,” kata Rudianto.
Orang Lapangan
Mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini, mensinyalir, 15 tersangka yang diamankan polisi baru sebatas orang lapangan. Bukan aktor intelektual ataupun pemodal dari kejahatan tersebut.
“Siapa pemodalnya, ini yang harus diungkap, bukan pelaku lapangan saja. Kalau pelaku lapangan pasti ada yang nyuruh atau kepala perpustakaannya saja,” kata Rudianto.
“Atau mungkin kepala perpustakaannya saja. Mungkin ada keterbatasan biaya, ongkos. Nah, ini yang biasa biayayi ini orang besar, ini yang harus diungkap,” kata Rudianto.
Dia menyoroti lambat kasusnya ini diungkapkan ke publik. Padahal, kasus besar seperti ini, sejatinya harus diungkap ke publik secara cepat sebagai bukti transparansi kepolisian dalam menangani sebuah perkara.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau kemudian dalam proses tingkat penyelidikan dan penyidikannya terkesan lamban dan sebagainya, kita desak supaya Kapolres tidak bermain-main, penyidik tidak bermain-main,” kata Rudianto. (din)