MAKASSARCHANNEL, MAKASSAR – Data miris menunjukkan masih ada 7.826 keluarga atau 47.261 orang masuk kategori miskin ekstrem orang dari 1.445.000 jiwa penduduk Kota Makassar.
Data itu berdasarkan hasil verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bersama tim kelurahan.
Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Makasar, Noptiadi, mengatakan, untuk mengetahui apakah jumlah miskin ektrem di Makassar mengalami pengurangan atau penambahan, Bappeda masih menunggu hasil pendataan dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB).
Data tersebut nantinya akan diolah oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Namun, sejauh ini hasil verifikasi lapangan yang dijalankan oleh kelurahan, ada pengurangan mencapai 8.000 warga miskin ektrem.
Kendati demikian, lanjut Noptiadi, data masih harus disinkronkan dengan beberapa OPD lingkup Pemkot Makassar termasuk DPPKB dan Dinas Sosial.
“Data Dinas KB disandingkan dengan DTKS Dinas Sosial, karena Dinas KB terjun langsung ke masyarakat dari rumah ke rumah, dia cek juga risiko stunting saat turun di lapangan,” ucap Noptiadi dikutip dari laman Tribun-Timur.
Beberapa fakta yang didapat terkait pengurangan jumlah miskin ekstrem tersebut misalnya sudah ada warga yang meninggal dunia. Kemudian sudah ada warga yang taraf hidupnya sudah lebih baik, bahkan ada pula yang tidak sesuai kondisi, itu terjadi salah satu titik dimana ia tercatat sebagai warga miskin ekstrem sementara rumahnya tiga lantai.
Bahkan pemilik rumah juga memiliki usaha laundry dan sedang membangun kos-kosan.
Sebagai informasi, beberapa indikator warga yang masuk dalam kategori miskin ektrem. Pertama, dilihat dari pendapatan keluarga. Sesuai standar World Health Organization (WHO) rata-rata pendapatan keluarga miskin ektrem setiap harinya hanya Rp11 ribu atau Rp300 ribu lebih per bulannya.
Terkadang di lapangan ditemui adanya kepala keluarga dengan penghasilan Rp11 ribu tiap harinya, tetapi ada anggota keluarga lainnya juga yang memiliki penghasilan lebih dari itu.
Semuanya menurut Nopi, akan diakumulasi karena yang dilihat adalah pendapatan keluarga, bukan kepala keluarga.
“Kan banyak di lorong begitu, banyak usaha kecil warga, itu lumayan membantu pendapatan keluarga,” tuturnya.
Indikator lainnya, terkait akses layanan. Ada 20 akses yang dinilai, termasuk akses ke sarana pendidikan, kesehatan, kondisi jalan, dan lainnya.
“Bagaimana dia ke sekolah, ke puskesmas. Berapa jaraknya dan banyak akses lainnya yang dinilai,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Bantuan Jaminan Kesejahteraan Sosial Dinsos Kota Makassar, Andi Rahmat Mappatoba mengatakan, untuk penerima bantuan Program Keluarga Harapan tercatat sebanyak 23.032 keluarga penerima manfaat (KPM).
Jumlah tersebut mengalami pengurangan dari tahun sebelumnya dengan jumlah 24 ribu lebih.
“Sudah banyak yang tidak layak jadi KPM, artinya mereka tergraduasi dan sudah tidak layak untuk dipertahankan,” katanya.
Untuk KPM PKH, ada beberapa indikatornya kata Rahmat, seperti memiliki komponen anak usia sekolah, komponen kesehatan berupa adanya ibu hamil yang susah dipenuhi kebutuhannya.
Komponen lainnya yang diperhatikan ialah adanya lansia dalam keluarga tersebut. Kemudian masyarakat penerima sembako atau dulunya disebut Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berjumlah 42 ribu. Mereka mendapatkan bantuan dana Rp200 ribu per bulan, dicarikan lewati ATM BRILink dan gerai BRI lainnya.
“Semua bantuan dari Kemensos, sekarang diterima tunai lewat BRILink atau agen BRI, langsung masuk ke rekening KPM,” katanya. (mun)