MAKASSARCHANNEL, AMMAN – Warga Yordania kritik pemerintah karena mencegah serangan rudal Iran ke Israel, Sabtu (13/4/2024) lalu.
Mereka warga menilai pemerintah Yordania mendukung Israel ketimbang warganya atau Gaza, Palestina. Ungkapan marah mereka meluas di media sosial.
Masyarakat Yordania mayoritas menentang agresi Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 33.000 jiwa, karena itulah warga Yordania kritik pemerintah.
“Raja Yordania menembak jatuh rudal Iran ke warganya demi melindungi Israel,” kata salah satu netizen di X.
Tak Mampu Melindungi Tepi Barat
Warga lain, Walid Al Jamaiye, mengatakan Raja Abdullah tak bisa melindungi Tepi Barat.
“Raja Abdullah II melindungi Israel dari drone Iran, semuanya baik-baik saja. Tapi dia tak bisa melindungi Tepi Barat,” ujar Walid.
Pendiri dan direktur Pusat Studi Ekonomi dan Informatika Phenix, Ahmad Awad, mengatakan warga marah atas penggunaan wilayah udara Yordania mencegah rudal Iran.
Namun, Awad mengungkapkan bahwa masyarakat ragu untuk mengkritik tindakan pemerintah di depan umum.
Awad lantas mengkritik sikap pemerintah Yordania dalam menghadapi semua rudal yang melintas di wilayah udara mereka.
“Pertanyaannya adalah, apakah Yordania akan menghadapi pesawat atau rudal militer Israel jika mereka menyerang Iran,” ujar Ahmad, dikutip New Arab, Senin (15/4/2024).
Negara Barat Bias
Lebih lanjut, Ahmad melontar kritik ke negara Barat yang bias dan tak adil karena membela Israel yang justru melakukan agresi ke Gaza.
“Mereka tak memperhatikan kepentingan rakyat di Yordania dan Palestina,” imbuh Awad.
Tak lama setelah tindakan Yordania, media Israel menyatakan pemerintahan Benjamin Netanyahu akan memperpanjang perjanjian bantuan air ke negara tersebut untuk satu tahun ke depan.
Kemarahan warga Yordania muncul usai pasukan negara itu mencegah serangan rudal Iran ke Israel. Rudal yang ditembak jatuh menyisakan serpihan yang berserakan di Amman.
Iran menggempur fasilitas militer Israel sebagai balasan setelah pasukan Zionis menyerang fasilitas diplomatik Iran di Damaskus, Suriah, April lalu. (bas)