MALLORCA Room di lantai tujuh Melia Hotel Jl Andi Mappanyukki, Makassar, Minggu (12/2/2023) siang menjelang sore itu dipadati tamu. Mereka hadir memenuhi undangan peluncuran dan diskusi buku 100 Tahun M Basir, Lebih Berkuasa dari Para Penguasa.
Buku yang mengurai perjalanan karier jurnalistik M Basir itu menghadirkan dua pembincang, yakni tokoh pers Sulawesi Selatan versi Dewan Pers M Dahlan Abubakar dan Wakil Bupati Selayar Saiful Arif. Keduanya pernah menjadi wartawan Harian Pedoman Rakyat.
Perbincangan yang dipandu oleh Koordinator SatuPena Sulawesi Selatan Rusdin Tompo itu, menghadirkan juga penulis buku tersebut, Maysir Yulanwar. Dia adalah cucu almarhum M Basir dari garis keturunan ibunya, Yulia M Basir.
Hajatan itu diawali lantunan ayat suci Alquran dan sinrilik serta pembacaan puisi disusul pemutaran film pendek menampilkan aktivitas jurnalistik M Basir serta testimoni sejumlah tokoh. Ada juga pembacaan puisi religius oleh Asmin Amin di sela-sela diskusi.
Pria kelahiran Jeneponto tahun 1923 itu, dikenal sebagai duet pemimpin Pedoman Rakyat bersama LE Manuhua yang saling melengkapi dalam melayarkan bahtera Pedoman Rakyat. M Basir sebagai Pemimpin Redaksi mengendalikan pemberitaan di satu sisi, sementara di sisi lain LE Manuhua mengendalikan bisnis perusahaan. Mereka, ibarat dua sisi mata uang. Di era merekalah Pedoman Rakyat mencapai masa keemasannya.
Meski koran perjuangan yang oleh Prof Anwar Arifin disebut sebagai Panggung Sulawesi Selatan itu, berhenti terbit sejak September 2007, namun namanya masih dikenang banyak orang. Mantan personelnya pun, banyak melanjutkan karier jurnalistiknya di beberapa media main stream.
Bahkan, beberapa di antaranya mendirikan dan mengelola media online yang mereka dirikan. Termasuk menghadirkan kembali pedomanrakyat.co.id versi online di bawah bendera PT PEDOMAN RAKYAT UTAMA.
Di momen ini, saya benar-benar menjadi pendengar setia menyimak tuturan tentang almarhum M Basir. Meski pernah bekerja sebagai jurnalis di Pedoman Rakyat selama belasan tahun, namun tidak sempat merasakan aura kepemimpinan M Basir. Saya bergabung dengan salah satu koran tertua di republik itu, tahun 1992. Jauh setelah M Basir tak lagi aktif mengelola koran tersebut.
Pesona kepemimpinan M Basir, hanya bisa saya dengar dari penuturan sejumlah wartawan senior yang menyebut beliau sangat telaten dalam memastikan kualitas berita yang disajikan Pedoman Rakyat, seperti pesan filosofisnya dalam buku ini, “Ada dua tugas wartawan: mewartakan kejadian dan menyingkap kebenaran. Dan sebagai insan pers, kita dimuliakan oleh tugas kedua.”
Sungguh, ketika melihat judul di sampul buku ini, saya tersentak dan seolah tak percaya dengan rangkaian kata itu. Ngeri-ngeri sedap. Agar tidak penasaran, saya memutuskan membaca tuntas buku tersebut, sebelum ke acara peluncuranya di Melia Hotel Jl Andi Mappanyukki Makassar.
Entah sengaja atau kebetulan, lokasi hotel ini terletak di depan bekas Kantor Pedoman Rakyat dan Percetakan Sulawesi yang mencetak koran Pedoman Rakyat ketika itu di Jl Andi Mappanyukki Makassar. Saat ini, gedung yang menyimpan banyak kisah itu, sudah berganti pemilik.
Mantan Pemimpin Redaksi Pedoman Rakyat, M Dahlan Abubakar, yang mendapat kesempatan pertama membahas buku ini, mengungkapkan beberapa kisah penugasan yang sesungguhnya merupakan pelajaran sangat berharga dari M Basir.
“Pak Basir punya cara sendiri untuk membuat seorang wartawan mandiri dan mampu menemukan solusi terhadap semua masalah yang dihadapi,” kata Dahlan Abubakar sembari mencontohkan salah seorang wartawati yang diturunkan dari mobil dalam sebuah perjalanan M Basir dari Makassar menuju kampungnya, Jeneponto. Wartawati turun di daerah Takalar dan diminta melakukan liputan.
Dahlan Abubakar mengatakan, M Basir sangat disiplin dan taat terhadap azas profesional dalam pemberitaan. Berita dianalisa dari semua sisi, khususnya secara etika.
Wakil Bupati Selayar Saiful Arif, menyebutkan M Basir sebagai wartawan yang komplet. Liputannya lintas benua. Pengembaraan jasmaninya pun terlihat saat berada di Tanah Suci umat Islam.
“Kalau mau jadi wartawan yang baik, baca buku ini,” kata Saiful Arif yang mengaku salah satu modalnya sehingga bisa menjadi wakil bupati adalah karena nama besar Pedoman Rakyat.
Saiful Arif yang menyelesaikan pendidikan formalnya di Universitas Gadjah Mada itu berpesan agar terus menghidupkan nilai-nilai yang telah ditorehkan oleh M Basir dalam perjalanan kariernya sebagai jurnalis.
Pesan itu disampaikan oleh Saiful Arif karena dalam kapasitasnya sebagai Wakil Bupati Selayar mendampingi dua bupati berbeda, dia sering bertemu dengan wartawan yang ketrampilannya minim.
Salah seorang penanggap, Majid Sallatu, menyebut Pedoman Rakyat sangat berjasa memperkenalkan dirinya sebagai akademisi. Dia juga mengagumi ketelatenan koran ini dalam memahami substansi berita yang disajikan dan mengedepankan konfirmasi.
“Pengelola Pedoman Rakyat paham substansi berita. Itu terjadi di tahun 80-an,” tutur Majid Sallatu, sembari mengkritik kondisi wartawan saat ini.
Majid mengatakan, “Konfirmasi sangat penting, tapi banyak wartawan saat ini yang kurang paham konteks berita yang ditulisnya.”
Sementara seniman Is Hakim, mengatakan, buku setebal 192 halaman itu menampilkan pengalaman unik dan kisah sejarah yang spiritnya masih terasa sampai saat ini.
“Cerita tentang almarhum bisa menjadi inspirasi bagi generasi sekarang,” kata Is Hakim.
Dia menyarankan, agar nama M Basir bisa diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Kota Makassar, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto yang mengabadikan nama salah satu putra terbaiknya itu sebagai nama jalan di kota tersebut.
Menarik penegasan M Basir yang menyebut, “Ada dua tugas wartawan; Mewartakan kejadian dan menyingkap kebenaran. Dan sebagai insan pers, kita dimuliakan oleh tugas kedua.”
Yaa….. menyingkap kebenaran namun tetap dengan diksi yang santun. Mengkritik tanpa menyakiti. ***
*) Muhammad Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM