Akibat dari perbuatan tersebut, diduga diduga telah melanggar Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable right). Yaitu hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa, sebagaimana diatur dalam Ayat (2),Pasal 28A dan Pasal 28G UUD 1945 Jo. Pasal 4 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Terkait dugaan pelanggaran HAM, lanjut LBH, anggota Polres Bantaeng yang terlibat dalam peristiwa tersebut bertanggungjawab secara pidana dengan hukuman yang setimpal dengan jenis kejahatannya. Sesuai ketentuan Pasal 4 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia Jo. Penjelasan Umum UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Lebih lanjut ditegaskan lagi, bahwa dalam Protokol PBB Tahun 1980 tentang Prinsip-prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum yang telah dijadikan dasar penerbitan dan pemberlakukan Protap Kapolri No. 1 Tahun 2010. Dimana Prinsip 7 Protokol PBB tersebut menyatakan : ”Pemerintah akan menjamin bahwa penggunaan kekerasan dan senjata api secara sewenang – wenang atau tidak tepat oleh aparatur penegak hukum akan dihukum sebagai suatu pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku.
Baca Juga :
Imran “Tantrayya” Puji Kiprah Hilmi di Bulukumba
Adapun dugaan tindak pidana yang dapat diterapkan dalam peristiwa ini adalah dugaan pembunuhan berancana atau penganiayaan mengakibatkan kematian, sesuai ketentuan Pasal 340 Jo. Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
LBH Makassar juga mengatakan, ,”Selain anggota yang yang terlibat langsung, pejabat atasan, dalam hal ini Kapolres Bantaeng harus bertanggungjawab sebagai atasan yang seharusnya tahu bahwa aparat di bawah komandonya telah melakukan penggunaan kekerasan dan senjata api secara tidak sah dan kemudian tidak mengambil seluruh tindakan yang berada dalam kekuasaannya untuk mencegah, menindas, atau melaporkan penggunaan tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam prinsip 24 Protokol PBB Tahun 1980 tentang Prinsip-prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum.
Di akhir rillisnya, LBH Makassar-YLBHI selaku lembaga yang selama ini konsern mendorong penegakan hukum, HAM dan demokrasi sekaligus bertindak selaku Penasehat Hukum keluarga korban, mendesak Kabareskrim Polri Cq. Reskrim Polda Sulsel, Komnas HAM RI dan Kompolnas RI untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa ini. (kin)













