Sabtu, (9/11/2019), sekitar pukul 07.00 Wita, Lin mendapat informasi dari seorang tukang becak, bahwa Sugianto telah meninggal dunia dan berada di RSUD Bantaeng. Tukang becak itu mengaku mendapat informasi dari seorang perawat rumah sakit. Mendengar kabar itu, Lin langsung menuju RSUD Bantaeng dan mendapati suaminya di ruang UGD tidak bernyawa lagi.
Salah seorang perawat menyampaikan kepada Lin, bahwa Sugianto dibawa ke RS sekitar pukul 05.00 Wita, dengan luka tembak sebanyak tiga. Masing-masing pada bagian betis dua dan pada bagian lutut atas kanan satu.
Menurut keterangan perawat, setelah mendapat perawatan, Sugianto kemudian dibawa lagi keluar dari rumah sakit oleh polisi. Kemudian sekitar pukul 05.30 Wita, Sugianto kembali dibawa ke ruang UGD oleh polisi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kira – kira dua menit kemudian, Sugianto meninggal dunia, saat itu tak seorang pun polisi di rumah sakit.
Baca Juga :
Ledakan Di Kejari Parepare, Ini Kata Polisi
Tiga jam kemudian, kira – kira pukul 09.00 Wita, Lin mendatangi Polres Bantaeng menanyakan perihal kematian suaminya. Sekitar pukul 11.00 Wita, Kapolres Bantaeng menuju RS bersama 20 orang anggotanya.
Atas kejadian ini, LBH Makassar-YLBHI berpendapat, tindakan anggota Polres Bantaeng yang terlibat dalam peristiwa tersebut, diduga telah melakukan serangkaian penyiksaan, penggunaan kekerasan dan senjata api secara berlebihan yang menyalahi prinsip nesesitas, proporsionalitas, dan reasonable (masuk akal), sesuai ketentuan Pasal 3 huruf : b, c dan f Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindak Kepolisian Jo. Pasal 9 Ayat (1) huruf : a, b dan c, Pasal 11 Ayat (1) huruf : b dan j. Begitu juga Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Menurut LBH, “Situasi dan kondisi korban secara logis tidak memerlukan penggunaan kekerasan apalagi senjata api. Lagi pula, tidak seimbang dengan ancaman yang dihadapi petugas, karena korban dalam keadaan tidak berdaya dengan tangan terikat sehingga tidak mungkin melakukan tindakan aktif maupun agresif.”













