Sengatan Udang Windu Lampeso, Pemantik Nyali Wagub Sulsel Andi Sudirman (3)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan pekerjaan yang baik, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. al-Bayyinah, 98:7)

SEPENGGALAH matahari naik, langit biru, bersih, saat saya tiba di Dusun Bungungbarania, Kampung Lampeso, Desa Banyuanyara, Kecamatan Sandrobone, Kabupaten Takalar.

Sawah yang hijau, pemandangan alam yang terhampar luas, udara segar, dan orang-orang kampung Lampeso yang ramah, jadi magnet bagi setiap orang yang bertandang ke sana. Apatah lagi masyarakat kota yang irama kehidupannya acap kali mudah mendatangkan lelah.

Kampung Lampeso yang letaknya di bibir bagian selatan Selat Makassar, biasanya hening, tetapi hari itu, Minggu 26 Januari 2020, terlihat cukup ramai. Banyak mobil dan motor parkir di sekitar perjalanan masuk ke kawasan tambak milik Pemerintah Pusat.

Tampak mobil pelat DD 2 Provinsi Sulsel dan beberapa mobil dinas lainnya, lengkap dengan mobil Patwal. Begitu pula kendaraan pribadi. Baik roda empat maupun roda dua cukup banyak terparkir.

Saya berjalan menelusuri pematang menuju gubuk bambu beratap daun nipa, tempat Abdul Malik Kr Rombo dkk menyimpan pakan udang.

Bagian depan sebelah timur gubuk milik Dg Rombo, sapaan akrab Abdul Malik Kr Rombo, terpasang tenda tiga warna, orenge, biru, dan cokelat. Di bawah tenda, ada dua buah meja kayu dan belasan kursi plastik berwarna biru laut. Semuanya sudah terisi.

Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman duduk menghadap utara, di sebelah kanannya ada Ahmad Jais, anggota DPRD Takalar dari Fraksi PKS, sebelah kiri Kusbin Ali Daeng Empo. Di depan Wagub terlihat Kadis Kelautan dan Perikanan (KP) Sulsel, Zulkaf S Latief. Sebelah kanannya ada Kepala Perwakilan Dinas KP Wilayah Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba, sekaligus yang punya hajatan, dan Alimuddin Namba, Kasubdin Budidaya Dinas KP Provinsi Sulsel, Hardi Haris.

Sebelah kiri Zulkaf, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Sulsel Junaedi Bakri, di samping Junaedi ada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar, Sirajuddin Saraba, dan sejumlah undangan lainnya.

Pematang cukup lebar sehingga saya lewat samping utara para tamu, terus berjalan ke gubuknya Dg Rombo. Di dalam, ibu-ibu menyiapkan makanan untuk santap bersama, sementara bagian belakang bagian barat gubuk ada sejumlah anak muda sibuk membakar udang windu dan ikan bandeng hasil panen.

Beberapa saat kemudian, acara makan santai bersama, ibarat makan di atas kapal, kiri kanan ada laut. Semua hadirin terlihat ceria, tak terkecuali Rombo, petambak yang dipercayakan Alimuddin Namba mengelola tambak milik pemerintah pusat yang luasnya kisaran 1 hektare.

Saat ditanya perasaannya kedatangan tamu istimewa, wagub Sulsel dan rombongan, Dg Rombo, lelaki yang badannya agak kurus dan pelit bicara hanya menjawab singkat, “Alhamdulillah.”

Setelah diam sejenak, Rombo melanjutkan, “Saya bersyukur karena orang nomor dua di Sulawesi Selatan datang menginjakan kaki di gubukku. Selain itu, apa yang kami kerjakan bersama teman-teman di bawah bimbingan Alimuddin Namba, secara perlahan mendapat pengakuan. Dan semoga bermanfaat kepada petambak lainnya.”

Ucapan Dg Rombo itu, membawa ingatan ketika pertama kali mengenal pria tersebut, suatu kisaran tiga bulan lalu. Saat itu, Dia memeriksa benur dalam gelondongan. Setelah pertemuan itu, kami sering berdialog tentang harapan dan kendala budidaya sistem tertutup yang diusung Alimuddin Namba.

Berkat ketekunan dan kesabarannya melaksanakan petunjuk yang disampaikan Alimuddin Namba, sehingga setiap perubahan warna air, hingga perilaku udang, Dia sudah mengetahui penyebabnya. Begitu juga kondisi dasar tambak ataupun permasalahan pakan tambahan.

Suatu malam, Dia berceritera, “Untuk menguji respon udang terhadap pemberian pakan tambahan dengan cara mengamati usus. Jika ususnya terisi penuh dari mulut hingga ekor berarti responnya baik, tetapi kalau ususnya terputus, berarti kurang pakan sehingga perlu ditambah.

Penuturan Rombo kala itu, hanya ditanggapi senyum oleh Alimuddin Namba.

Saat itu, Rombo baru saja keluar dari empang garapannya jelang larut malam. Rombo yang konon, leluhurnya adalah penyebar agama Islam di Sandrobone ini mengatakan, “Bukan hanya malam, tetapi juga siang, sehabis memberi pakan saya turun untuk merasakan hawa tanah, apa masih sama dengan hari-hari kemarin.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah, berdialog dengan mereka (udang), apakah mereka kenyang dan baik-baik saja. Memang terdengar aneh, tetapi udang itu makluk hidup sehingga pasti mereka mengerti apa yang saya sampaikan kepada mereka saat menangkap dan memeriksa fisiknya.

“Bagaimanan hasilnya nanti, kita serahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta alam semesta. Yang terpenting kita sudah berbuat maksimal,” katanya.

Kemudian, hasil panen diserahkan sepenuhnya kepada Daeng Namba, sapaan akrab Alimuddin Namba.

“Jujur saja, saya sangat berharap aplikasi ini kelak bermanfaat bagi banyak orang, dan semoga menjadi amal jariah,” kata Rombo.

Soal etos kerja, Dg Namba patut menjadi contoh. Mungkin terpengharuh dengan tausiah yang sering disampaikan para ulama dalam dak’wa bahwa, “Islam melarang umatnya berpangku tangan atau menunggu belas kasihan orang. Sebaliknya, agama samawi ini menekankan pentingnya kerja keras dan profesianalisme.’ sebagaimana salah satu ayat dalam Al-Qur’an (QS. al-Bayyinah, 98:7).

Pun tersentak dari lamunanku ketika Rombo menyentuh bahuku dan mengajak makan. Kami berdua berjalan menujuh tenda tempat para undangan.

Senyum riang menghiasi raut wajah Wagub Sulsel dan para hadirin yang menikmati udang dan bandeng bakar.

Take and give

Usai santap bersama, MAKASSARCHANNEL minta pandangan Wagub Andi Sudirman soal kesulitan Alimuddin Namba mengubah pola pikir dan kebiasaan petambak.

Wagub mengatakan, “Bukan mengubah pola pikir tetapi ini persoalan take and give, (apa yang saya ambil dan apa yang anda beri). Kalau itu jadi, selesai ini barang. Petani itu, tidak ada istilah tidak menurut, karena bagi mereka itu persoalan risiko usaha. Bila ada upaya mengurangi risiko, pasti mereka menurut.”

“Jadi pola pikir masyarakat itu harus dibarengi dengan intervensi. Intervensi dalam bentuk anggaran untuk daerah yang jadi beban atau pertarungan mereka jika mereka melaksanakan metode kita, akan berdampak kepada mereka atau tidak. Maka, sangat penting untuk kita bantu mengurangi beban. Dengan demikian, pasti mereka ikut. Itulah yang disebut, take and give.”

“Harus kita berkontribusi aktif. Program saja, tidak cukup. Pemberian bantuan benur, itu salah satu bagian tetapi belum cukup untuk meyakinkan mereka. Harus ada ikutannya, mulai dari perbaikan lahan dan bantuan-bantuan lainya. Di situlah kita melihat atau meminta tanggung jawab.

Istilahnya, bukan memberi contoh tetapi menjadi contoh. Karena kalau memberi contoh, paling sekali dua kali memberi penjelasan atau contoh selesai. Tetapi kalau jadi contoh, maka harus ada terus-menerus pemerintah hadir. Walau secara fisik saya tidak hadir, tetapi bantuan anggaran hadir, bantuan pupuk hadir, bantuan persiapan lahan hadir, bantuan benur dan pendampingan hadir. Ada patroli dari UPTD-UPTD Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi dan kabupaten/ kota tiap saat hadir untuk melihat berapa hasil dan apa pula hambatan. Itu namanya intevensi total.

Tentang hasil panen dan keyakinan para petambak, adik mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ini, mengatakan, “Saya yakin, bahwa para petambak di sini sudah yakin, tetapi yang lainnya belum tentu. Makanya tadi saya sampaikan ke Pak Kadis Perikanan bahwa inilah program kita bersama gubernur untuk udang windu. Sudah ada pilot project, sehingga tahun depan harus kita masuk karena kalau tunda lagi, tidak naik kelas. Apalagi kalau tunda ke tahun keempat, yang sangat dekat dengan tahun ke lima.”

Intinya, “Saya tidak ingin periode kami tidak berhasil udang windu, makanya selama ini dalam pidato, saya tidak pernah berbicara udang windu, sering berbicara infrastruktur tambak, tetapi khusus udang windu tidak pernah.”

“Namun dengan melihat kondisi hari ini saya sudah berani singgung udang windu dalam pidato saya,” kata Sudirman Sulaiman.

“Apalagi, Kepala Badan Pengelola Keuangan, Kadis Kelautan dan Perikanan. sudah makan udang bakar. Begitu juga Kadis Kelautan dan Perikanan Takalar,” canda Andi Sudirman.

Dukungan pemerintah daerah dalam hal ini bupati, sangat penting karena mereka yang punya kepala desa, kepala dusun.

Sementara itu, Alimudin Namba di tempat yang sama, mengatakan, “Bagi saya, aplikasi teknologi probotik simbioatik yang dipergunakan dalam budidaya udang windu selama beberapa siklus panen di beberapa tempat sudah selesai.”

“Mengapa saya katakan selesai? Karena dengan aplikasi probotik simbiotik hingga hari ini, keberlangsungan hidup benur di gelendongan di atas 63 persen, sementara keberlangsungan udang di kolam pembesaran di atas 90 persen,” beber Alimuddin Namba.

Selain itu, katanya, dengan aplikasi probotik simbiotik, biaya produksi kecil sehingga petambak bisa mendapat hasil yang besar.

Menjawab pertanyaan, Alimuddin Namba mengatakan, “Soal teknis mulai dari penyiapan lahan hingga pascapanen, saya akan bicarakan bila waktunya tiba.”

“Mengapa demikian? Karena kalau saat ini saya buka, nanti waktu dan energi terkuras untuk berdebat sehingga hilang tujuan sebenarnya, yaitu mengurus rakyat,” tandas Alimuddin.

“Makanya, sekarang fokus saya adalah membina petambak agar bisa mandiri. Tidak bergantung pada bantuan pemerintah,” imbuhnya.

Kadis Kelautan dan Perikanan Sulsel, Zulkaf S Latief, di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu, mengatakan, “Kalau ada tiga atau empat petambak yang merasakan manfaat dan cocok dengan teknologi yang dikembangkan Alimuddin Namba, maka itu sudah bagus.”

Sebelumnya, salah satu putra Lampeso yang saat ini menjabat Kabid Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Takalar, Islamuddin Daeng Nanga, melalui telepon beberapa waktu lalu mengungkapkan kegembiraannya melihat sanak keluarganya sudah bisa panen udang windu dengan sistem pengendalian ekosistem mikro yang diusung Alimuddin Namba.

Mengapa lingkungan harus dijaga karena Allah SWT, berfirman dalam Al-Qur’an, yang artinya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat)[1] manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [ar-Rûm/30:41]”

Dia berharap semoga dengan aplikasi rama lingkungan ini, dari Lampeso Takalar, kejayaan udang windu di Sulsel kembali bangkit dan berjaya sesuai dengan program Gubernur Nurdin Abdullah dan Wakil Gubernur Andi Sudirman,” harapnya. (Muhammad Said Welikin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *