Di bawah temaram lampu jalan, kami pun berdiskusi agar dalam perjalanan selanjutnya tidak lagi tersesat. Setelah berlalu 20 menit, kami sepakat melanjutkan perjalanan dengan kesepakatan akan rajin bertanya kepada arah menuju Desa Tibona. Kami akhirnya tiba pukul 23.00 wita dan langsung disuguhi makanan.
Untuk mengurangi rasa malu akibat tersesat, di sela-sela jam istirahat, saya jelaskan kepada teman-teman bahwa meski saya orang Bulukumba tetapi belum pernah berkunjung ke desa tersebut.
Pengakuan jujur ini justru menjadi bahan candaan kawan-kawan yang di luar perkiraan. Mereka pun seolah kompak mentertawakan saya sembari berujar, “Ahmadi … tersesat di kampung sendiri guys … hahahahahaha …..”
Baca Juga :
Hajar Brighton & Hove Albion, Manchester City Pertahankan Gelar Liga Inggris
Pukul 4.00 Wita kami alunan suara mengaji dari menara masjid membangunkan kami sebagai pananda waktu salat Subuh. Kokok ayam jantan pun terdengar bersahutan tanpa peduli dinginnya udara menjelang pagi.
Pukul 08.00 pagi kami bersiap melakukan hunting pertama dan memiliki lokasi Pantai Mandaria sebagai objek yang pemandangannya menakjubkan. Kami berpencar mencari spot terbaik. Salah satunya yang menarik perhatian adalah, tempat pembuatan kapal Pinisi di tepi pantai. Pasir putih yang menghiasi Pantai Mandaria menjadi hiasan tersendiri objek wisata yang satu ini.
Keramahan penduduk di sekitar pantai membuat kami betah berlama-lama memotret di Pantai Mandaria. Ketika matahari mulai bergeser ke arah barat, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Apparalang yang terletak di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari.