Petaka Tolak Pembangunan Listrik Geothermal Di Sinjai

Titik panas bumi di Desa Kaloling, Kecamatan Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. (Foto: Dok Petaka)

MAKASSARCHANNEL, SINJAI – Pemuda Tani Merdeka (Petaka) menolak pembangunan pembangkit listrik panas bumi (geothermal) di Kabupaten Sinjai, karena akan merusak sumber air, keselamatan warga, dan ekosistem.

Koordinator Petaka, Irwan Setiawan, mengatakan, mengundang investor untuk pengembangan geothermal di Sinjai sama saja dengan mengundang malapetaka.

“Pembangunan geothermal sudah memakan banyak korban. Contohnya pembangunan geothermal oleh PT SMGP di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada tahun 2021, lima warga meninggal dunia akibat menghirup gas hidrogen, Sulfida (H2S).Kemudian di tahun 2022, setidaknya 79 warga yang keracunan,” terang Irwan melalui rilis yang diterima media ini, Senin (15/1/2024).

Petaka menginformasikan, Juni 2023 lalu, Bupati Sinjai Andi Seto Asapa menemani investor asal Amerika Serikat dan Korea Selatan mengunjungi titik potensi panas bumi di Desa Kaloling. Saat itu, Bupati Andi Seto berjanji memberikan kemudahan bagi investor yang ingin masuk di Sinjai, termasuk mengelola panas bumi.

Sesuai data, di Kabupaten Sinjai ada dua titik sumber panas bumi, masing-masing satu titik di Desa Salohe dan Desa Kaloling Kecamatan Sinjai Timur, dan satu titik di Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong.

Irwan menjelaskan, selain mengancam keselamatan jiwa warga, titik panas yang berada di Sinjai Timur tepat berada di dekat lokasi perkebunan dan peternakan sehingga bila dikembangkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi warga juga akan terancam kehilangan lahan pertaniannya.

“Kualitas dan kuantitas air juga akan terancam, apalagi lokasinya berdekatan dengan sungai,” sambungnya.

Baca Juga : Menangani Polusi Udara Melalui Pendekatan Pentahelix

Sementara untuk titik panas bumi yang berada di Desa Batu Belerang, menurut Irwan, dampaknya akan sangat tinggi karena lokasinya berada di hulu Sungai Balantieng.

“Pengembangan panas bumi Lompobattang di Desa Batu Belerang akan berisiko tinggi karena Sungai Balantieng merupakan sumber air baku bagi masyarakat di daerah Sinjai Borong, Sinjai Selatan, Sinjai Timur, Sinjai Utara dan beberapa kecamatan di Kabupaten Bulukumba,” ungkap Irwan.

Dia melanjutkan, “Selain itu, kami khawatir pengembangan pembangkit listrik panas bumi di Desa Batu Belerang akan mengulang bencana besar yang terjadi di Sinjai pada tahun 2006. Hal itu karena kegiatan pengeboran panas bumi akan membuat gempa minor dan pergeseran tanah sehingga dapat membuat longsoran yang menutupi tubuh sungai yang kemudian jebol dan menjadi banjir bandang,” papar Irwan.

Oleh karena itu, kata Irwan, Petaka tegas menolak pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di kedua lokasi tersebut.
“Kami meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan rencana pembangunan geothermal di Kabupaten Sinjai,” harapnya.

Senada dengan Iwan, Koordinator Divisi Kampanye Hutan, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Sulawesi Selatan, Muhammad Taufik Parende juga mengungkapkan rencana pembangunan geothermal di Kabupaten Sinjai merupakan langkah yang keliru sehingga harus dievaluasi atau dibatalkan.

Menurut Taufik, proyek geothermal yang diklaim sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan memiliki risiko tinggi dan sering mengabaikan HAM. Dalam praktiknya geothermal juga menggunakan lahan yang boros dan merusak ekosistem hutan, sehingga berkontribusi terhadap deforestasi yang merupakan sumber terjadinya krisis iklim.

“Dari hasil pemantauan kami di lapangan, rencana pembangunan geothermal akan mengancam kehidupan petani dan ekosistem hutan Sinjai. Apalagi untuk di Sinjai Borong lokasinya tepat berada di ekosistem hutan yang rapat dan berada di sekitar kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) dan kawasan hutan lindung,’’ ungkap Taufik.

Karena itu, jelas Taufik, wilayah tersebut harus dilindungi dan dijaga fungsi hidrologisnya, bukan justru diberikan kepada investor untuk pengembangan geothermal yang bisa mengundang bencana sosio-ekologis.

Indonesia yang berada di kawasan cincin api (ring of fire) memiliki potensi panas bumi yang besar. Kata Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi listrik panas bumi mencapai 23.766 Megawatt (MW) yang tersebar ke 361 titik lokasi. Di Sulawesi Selatan, terdapat 21 titik.

Saat ini, geothermal menjadi salah satu sumber energi andalan pemerintah dalam menjalankan proyek transisi energi karena dianggap rendah karbon. Meskipun demikian, dalam praktiknya pembangunan geothermal justru memicu konflik dan menjadi malapetaka di beberapa wilayah pembangunan geothermal. (bas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *