Pengamat Bilang Respons PKS Terhadap Deklarasi Anies-Muhaimin Elegan, Layak Jadi Panutan

MAKASSARCHANNEL, JAKARTA – Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Capres-Cawapres yang tidak melibatkan mitra koalisi menimbulkan beragam reaksi.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung, Muhammad Fuady, secara khusus menyoroti sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai etika komunikasi yang elegan dan berkelas.

Bahkan menurutnya, sejak 2009 PKS telah menjadi role model komunikasi yang santun dalam menghadapi polemik koalisi. Fatsun politik PKS itu layak jadi panutan.

“Cara PKS merespons manuver Surya Paloh yang menggandeng Cak Imin cukup elegan. Etika komunikasinya berkelas, tidak berkoar-koar ke media dengan isu pengkhianatan. Ini yang barangkali perlu dicontoh partai lain sehingga demokrasi kita sehat,” katanya, Senin (4/9/2023).

Berbeda dengan Partai Demokrat yang sangat reaktif. PKS menurut Fuady menyatakan menerima keputusan mitra koalisi. Meski keputusan menjadikan Cak Imin sebagai Cawapres terasa mendadak, PKS sejauh ini legowo terhadap keputusan tersebut.

PKS memang memiliki DNA untuk mengikuti arus utama partai koalisi, seperti yang pernah terjadi pada 2009 saat Susilo Bambang Yudhoyono memilih Boediono sebagai Cawapres dibanding Hidayat Nur Wahid di menit-menit terakhir pendaftaran.

Fuady mengatakan, fenomena pengkhianatan atau perasaan dikhianati oleh kawan politik kerap terjadi. Tahun 2009, Hidayat Nur Wahid digadang-gadang sebagai Cawapres dari SBY. Hubungan Demokrat-PKS sedang mesra-mesranya, hasil survey elektabilitas duet keduanya juga menjanjikan.

Dia mengatakan, “Duet SBY dan HNW ditengarai akan menjadi kenyataan. PKS kecele. Ternyata SBY lebih memilih Boediono. PKS tetap berkomunikasi dengan santun, tidak reaktif, tidak menunjukkan perasaan dizalimi. Apalagi menuding SBY berkhianat. Mereka legowo dan tetap berada dalam barisan mendukung SBY-Boediono.”

Jadi, katanya, fenomena memilih kawan atau meninggalkannya adalah hal yang biasa terjadi. Bahkan “fenomena pengkhiatan” itu dapat dinilai sebagai sebuah kemampuan menciptakan momentum untuk memenangkan kompetisi politik.

Keberadaan PKS sangat penting dalam koalisi ini karena mesin politik PKS adalah yang terbaik. Mereka selalu bekerja dengan optimal. Relawan PKS militan dan efektif, atraktif dan edukatif dalam kampanye online, offline, serta memiliki kesadaran keagamaan bahwa aktivitas mereka bernilai di hadapan Tuhan.

“Jadi orientasi para relawan dan kadernya adalah nilai-nilai yang jauh lebih besar, lebih luhur, dibandingkan kepentingan kelompok. Bila PKS memutuskan keluar, tentu akan menjadi pukulan besar bagi Koalisi Perubahan,” kata Fuad.

Keharmonisan Nasdem, PKB, dan PKS ini seperti sebuah romantisme masa lalu. Nasionalis, Islam tradisionalis, dan modernis bekerjasama memenangkan pilpres mengingatkan publik pada hubungan mesra yang ditunjukkan lebih dari 20 tahun lalu saat menyokong dan memenangkan Gus Dur sebagai presiden.

“Di tingkat akar rumput juga akan mengharmoniskan hubungan dan cara pandang konstituen dan kader dari tiga partai pengusung Anies-Cak Imin,” lanjutnya.

Sebagai informasi, Sabtu lalu, PKS menggelar jumpa pers dan menyambut baik atas bergabungnya PKB dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden RI pada Pilpres tahun 2024.

PKS pun menganggap, bergabungnya PKB akan semakin mengokohkan semangat dan optimisme meraih kemenangan pada pilpres tahun 2024 untuk mewujudkan Indonesia adil, sejahtera, dan bermartabat. (aka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *