MAKASSARCHANNEL, MAKASSAR – Peluncuran buku Proses Kreatif Penulis Makassar Seri 2 di Kafe Baca Jl Adhyaksa, Makassar, Kamis (27/12/2023).
Buku bersampul kuning ini memuat karya para penulis Makassar yang terhimpun dalam Perkumpulan Penulis Indonesia, Satupena Sulawesi Selatan. Buku seri pertama sudah diluncurkan di tempat yang sama beberapa waktu lalu.
Mereka adalah; Ada Andi Makmur Makka, Andi Iqbal Burhanuddin, Anwar Arifin, Adi Suryadi Culla, Ahmad M Sewang, Abdul Rasyid Idris, Abd Rahman Hamid, Amil Hukma, Armin Mustamin Toputiri, Anshar Akil, Anzar Abdullah, Agussalim, Badaruddin Amir.
Ada pula Fajlurrahman Jurdi, Firdaus Muhammad, Hasyim Aidid, Hadi Daeng Mapuna, Ilham Khadir, Khidri Alwi, Kubais M Zeen, Muh Quraish Mathar, M Gufron H Kordi, Muttaqien Azikin, S Siansari Ecip, Syahril Ramli Rani, dan Thamzil Thahir.
Peluncuran Buku Proses Kreatif Penulis Makassar Seri 2 Di Kafe Baca ini dihadiri juga sejumlah pegiat literasi seperti; Yudhistira Sukatanya, Fadli Andi Nasif, Maysir Yulanwar, Syahrir Patahkaki, sejumlah wartawan.
Sinansari Ecip
Sinansari Ecip yang didaulat oleh moderator Rahman Rumaday memberikan inspirasi kepada para penulis dan juga jurnalis antara lain mengisahkan awal kepenulisannya, mulai dari Republika, Fajar, Panji Masyarakat hingga bersama Goenawan Mohamad menggarap Tempo.
Dia juga menyampaikan perjalanan jurnalistiknya saat berkunjung ke daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah.
Wartawan yang diakui kecepatannya dalam membuat tulisan ini, mengusulkan agar Satupena dapat menghimpun tulisan dari wartawan senior, penulis, budayawan, dan tokoh di Sulsel.
Ia juga mengusulkan agar mengembangkan literary Journalism atau jurnalisme data dengan sentuhan sastrawi.
Ia menyebutkan bahwa Literary Journalism adalah jurnalisme sastra, bentuk nonfiksi kreatif yang paling mendekati penulisan karena berdasarkan fakta dan memerlukan penelitian dan, sering kali, wawancara.
“Gaya penulisan ini dapat membawa kita masuk dalam suasana atau keadaan yang dilihat oleh seorang penulis yang mana kemudian pembaca seolah-olah melihat langsung keadaan tersebut,” katanya.
Sinansari Ecip menegaskan agar Satupena Sulsel dapat terus menghimpun karya para penulis, baik itu mereka yang sudah wafat atau yang saat ini masih eksis.
Sebelumnya, Koordinator Satupena Sulsel Rusdin Tompo dalam sambutannya menyampaikan terima kasihnya kepada para penulis yang mengirimkan tulisannya. Ia menyebutkan bahwa tak ada tulisan yang sia-sia jika dituliskan.
“Tidak ada tulisan yang berlalu begitu saja. Pasti tulisan itu ada pembacanya,” ucapnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada editor buku Firdaus Muhammad yang telah mengurus keseluruhan buku hingga peluncuran.
“Beliau ini paket lengkap,” tegas Rusdin Tompo.
Sementara itu, Firdaus Muhammad selaku editor diawal komentarnya meminta maaf atas keterlambatan buku kedua dari Proses Kreatif Penulis Satupena.
“Ini karena keterlambatan dari buku pertama sehingga berimbas dari terbitnya buku kedua ini,” kata Firdaus Muhammad.
Ia juga menyampaikan bahwa sewaktu Proses Kreatif Penulis ini akan dibuat. Ada 50 penulis yang mengumpulkan tulisannya yang kemudian dari 50 penulis ini dibagi menjadi dua buku.
Ia berencana akan menghimpun lebih 100 penulis untuk menyumbangkan tulisannya untuk dibukukan.
Firdaus Muhammad yang juga Dewan Pembina Satupena Sulawesi Selatan menceritakan ide karya ini lahir dari pertemuan penulis Makassar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Alauddin Makassar.
“Setahun lalu kita adakan temu penulis Makassar di FDK UIN Alauddin Makassar. Sejak itu muncul gagasan meminta tulisan para penulis,” jelas Firdaus Muhammad.
Dari pertemuan tersebut, Firdaus Muhammad mulai mengumpulkan tulisan-tulisan karya penulis dari beragam profesi. Mulai dari wartawan, akademisi sampai sastrawan.
Karya tulisan ini dikumpulkan membuka proses kreatif para penulis dalam berkarya. Dalam waktu singkat bisa terhimun 50 tulisan.
“Langsung terkumpul 50 tulisan. Jadi kalau tulisan cepat sekali terkumpul. Dari bukan Februari terkumpul,” katanya.
Firdaus Muhammad pun memulai proses editing buku Proses Kreatif Penulis Makassar. Para penulis ini berasal dari latar belakang berbeda, bukan hanya penulis senior, penulis muda dirangkul.
“Mari kita menikmati karya kita bersama,” tegas Firdaus Muhammad.
Rencananya, buku ini akan dibuat sampai 4 edisi. Buku ini disebar untuk membangkitkan semangat menulis anak Makassar.
“Impian kita masih sangat banyak penulis kreatif di Makassar. Sedikitnya bisa terkumpul empat jilid. Kami akan lakukan literasi ke sekolah dan kampus untuk menumbuhkan semangat menulis,” lanjutnya.
Adi Suryadi Culla mengaku menulis sama dengan membaca. Membaca memperbanyak referensi untuk menulis.
“Berat menulis sekarang, mungkin kalu berpikir belantara data mudah tapi menuangkan secara otentik (tulisan) itu persoalan kita sekarang,” kata Adi Suryadi Culla.
Adi Suryadi menceritakan perjalanan awalnya menulis dalam buku ini. Tulisan pertamanya lahir ketika masih duduk dibangku SMA.
“Saya dari kecil dua hobi ketika ditanya, melukis dan membaca,” lanjutnya. (ade)