PDIP Ungkap Rencana Jokowi Di Pilkada

Kader senior PDIP ungkap rencana Jokowi di Pilkada Serentak 2024 mendatang membangun dinasti politik setelah putusan Mahkamah Agung

MAKASSARCHANNEL.COM – Kader senior PDIP ungkap rencana Jokowi di Pilkada Serentak 2024 mendatang membangun dinasti politik.

Dugaan kader PDIP Trimedya Panjaitan itu merespons putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah batas usia calon kepala daerah.

Trimedya meyakini putusan itu untuk meloloskan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, agar bisa ikut Pilkada Serentak 2024.

“Lah iyalah. Makanya gua bilang langsung aja kan (putusan MA untuk) Kaesang gitu,” kata Trimedya, Sabtu (1/6/2024).

Siapkan Dinasti Politik

“Kan semua berpikiran bahwa Jokowi ini lagi mempersiapkan dinastinya dia. Kan itu poinnya,” imbuh Trimedya.

Menurut dia, selain Kaesang, Jokowi juga sedang mempersiapkan menantunya, Bobby Nasution maju dalam Pilkada Sumatra Utara.
Model Pilpres

Selain itu, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi yang disebut akan didorong maju di Pilkada Jawa Tengah.

“Di Sumut ada Bobby, gubernur Jateng, di Bogor, orang-orang yang dia endorse. Nah apakah bisa melakukan model Pilpres dulu? Ya belum tentu,” kata Trimedya.

Beda Pilpres

Kader PDI Perjuangan itu menegaskan rencana tersebut tak akan sama dengan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

“Kan belum tentu semua koalisi pemerintah itu akan bergabung satu untuk semua urusan,” ungkap Trimedya.

Dia meyakini masyarakat akan lebih jernih melihatnya dan tidak terpengaruh dengan politik uang.

Trimedya memaklumi jika Jokowi mulai memasang orang-orangnya karena tidak memiliki partai politik (parpol).

“Kan repotnya orang seperti Pak Jokowi ini berbeda dengan yang lain lengser, tapi dia punya partai,” kata Trimedya.

Tidak Punya Partai

“Jokowi kan enggak punya partai. Sehingga kalo dia enggak punya partai, dia harus punya orang-orang,” lanjut Trimedya.

Dia menjelaskan, Gibran Rakabuming Raka tak cukup bagi Jokowi untuk memuluskan rencananya.

“Kalau cuma nomor dua, wapres kan ya namanya nomor dua. Ban serep kan. Dia harus punya orang-orang nomor satu. Makanya Bobby bakal jadi nomor satu di Sumut, Kapolda Jateng kelihatannya pengen jadi nomor satu di Jateng,” imbuh Trimedya.

MA memerintahkan KPU RI mencabut Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Wali Kota.

Dengan putusan itu, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur apabila berusia minimal 30 tahun dan calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota jika berusia minimal 25 tahun ketika pelantikan.

Putusan ini berlaku bukan ketika kandidat ditetapkan sebagai pasangan calon sebagaimana diatur lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 tahun 2020.

Putusan ini diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis yang dipimpin Hakim Agung Yulius bersama Hakim Agung Cerah Bangun dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi sebagai anggota Majelis, 29 Mei 2024.

Putusan ini disebut-sebut akan menguntungkan putra Jokowi, Kaesang Pangarep, yang pada 25 Desember 2024 berusia 30 tahun.

Sementara, pelantikan pasangan terpilih diperkirakan akan berlangsung pada Januari 2025 mendatang.

Putusan Sontoloyo

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun pun angkat bicara mengenai putusan MA ini.

Menurutnya, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mengatur usia 30 tahun adalah syarat administrasi seseorang untuk mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bukan untuk dilantik.

“Saya mengatakan itu putusan-putusan sontoloyo. Coba bayangkan, kan kalau kita baca UU Nomor 10 Tahun 2016, itu jelas syarat untuk mencalonkan diri atau dicalonkan Anda harus berusia 30 tahun,” ujar Refly di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6/2024).

“Jadi sudah jelas, bukan syarat (usia berlaku) saat dilantik,” imbuh Rafly.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun cemas pada putusan MA sehingga disebut sontoloyo.

Setelah memutuskan mengubah peraturan batas usia calon kepada daerah tersebut, MA memerintahkan KPU mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 itu.

Namun, menurut Refly, KPU bisa mengabaikan putusan MA tersebut. Sebab, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, hanya menyebutkan soal mencalonkan atau dicalonkan.

UU Pilkada tersebut tidak menyebutkan soal usia saat pelantikan. Oleh karena itu, Refly mengatakan KPU bisa tidak mematuhi putusan MA.

Karena PKPU yang dibuat didasarkan pada bunyi dalam undang-undang tersebut. Selain itu, posisi undang-undang juga lebih tinggi ketimbang PKPU.

“Tetapi kalau kita lihat undang-undang nomor 10/2016 jelas untuk mencalonkan dan dicalonkan. Bukan untuk dilantik,” kata Refly.

“Karena itu, kalau misalnya KPU berpatokan kepada undang-undang, dia bisa abaikan putusan Mahkamah Agung tersebut. Karena patokan dia adalah undang-undang,” lanjut Rafly.

Kemunduran Demokrasi

Refly menganggap, putusan MA itu sarat dengan urusan politik untuk mengakomodasi kepentingan Kaesang. Putusan MA itu sebagai tanda kemunduran demokrasi.

Sama halnya dengan MK yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden, sehingga membuat jalan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 mulus.

“Apalagi ada putusan Mahkamah Agung, mahkamah adik. Kemarin (putusan MK) mahkamah kakak,” ujar Refly.

Refly menambahkan, syarat usia ketika dilantik hanya ada dalam undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi.

Di mana, Hakim Honstitusi yang dilantik harus berusia 40 tahun, aturan itu kini diubah menjadi 55 tahun.

“Karena undang-undangnya itu mengatakan untuk mencalonkan diri dan dicalonkan. Bukan untuk dilantik. Karena kalau untuk dilantik ketentuannya itu ada di dalam undang-undang Mahkamah Konstitusi,” ungkap Refly. (aka)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *