SAYANG, Kutitipkan Rinduku Lewat Doa. Di sini, di istana cinta kita, aku selalu dan selalu setia menunggumu melanjutkan kisah-kasih kita. Cinta dan kasih sayangku hanya untukmu. Bukan yang lain.
Dalam setiap sujudku, hatiku tak pernah berhenti memancarkan ketulusan cinta untukmu. Di sela rindu nan tak terperikan dan di untaian doaku selalu memohon agar engkau senantiasa dalam lindungan Yang Maha Kasih.
Di setiap detik bersamamu adalah keajaiban tak terkira yang Allah berikan untuk kita nikmati dalam rasa syukur yang tak bertepi. Bahtera cintaku hanya kulabuhkan di muara kedamaian pelukan mesramu.
Begitu benang merah penggalan narasi nan romantis dalam buku Surat Cinta Untuk Suami yang diluncurkan pada penanggalan 28 September 2023 di Jl Daeng Tata III Lorong Daeng Jakking, Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Makassar, dirangkaikan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Benang merah keagungan cinta sang istri untuk pangeran yang bertahta di hatinya.
Perlu perjuangan ekstra bagi seorang perempuan yang dalam aneka kesibukan hariannya masih menyempatkan diri menggoreskan catatan cinta buat suami tercintanya.
Buku Surat Cinta Untuk Suami ini bukan hanya sekadar antologi cerita semata. Bukan pula cerita pendek potret kehidupan sosial yang dipindai penulisnya dalam rajutan narasi indah. Tetapi ini kisah asli para istri yang dituangkan dalam untaian kata sederhana namun sarat makna.
Itu adalah curahan hati yang disampaikan oleh ibu-ibu binaan Komunitas Anak Pelangi (K-Apel) melalui tulisan yang kemudian dibukukan. Curatan hati perempuan hebat yang menghimpun diri dalam kelompok pengajian Ibu-Ibu Rempong di Lorong Daeng Muda dan Ibu-Ibu Lorong Daeng Jakking.
Buku setebal 129 halaman yang diterbitkan Tallasa Media ini, berisi surat cinta 24 ammak – ammak binaan K-Apel. Kuratornya yang juga founder K-Apel, Rahman Rumaday, menceritakan buku ini adalah himpunan curahan isi hati istri kepada suami masing-masing melalui surat.
“Semua cerita dalam buku ini murni suara hati penulisnya. Saya hanya mengedit satu atau dua kalimat yang menurut saya tidak pantas dipublikasikan,” katanya.
Kisah dalam buku itu murni curahan hati mereka, mulai dari rasa rindu mendalam yang tertuang dalam Suamiku Bukan Bang Toyib, atau doa seperti surat berjudul Ku Titipkan Rinduku Lewat Doa ataupun Surat Tak Sampai seperti judul Misteri Surat Cinta mu.
Di hajatan itu, Komunitas Anak Pelangi menghadirkan tiga nara sumber dalam diskusi yang berlangsung hingga menjelang senja. Mereka adalah, Drs Muhammad Amir Jaya (penulis buku), Wahidah Eka Putri SKG (pemerhati perempuan kreatif), dan Dr Sri Gusty ST MT (akademisi). Diskusi dipandu Pemimpin Redaksi BugisPos.com Arwan Rusli D Awing SE.
Hadir pula akademisi senior Prof Kembong Daeng sebagai tamu kehormatan. Dia mengapresiasi karya ibu-ibu yang di tengah aktivitasnya mengurus rumah tangga, mereka masih mampu meluangkan waktu untuk menulis.
Bahkan, akademisi UNM ini menantang emmak-emmak binaan K-Apel untuk membuat buku lagi yang isinya kelong-kelong Mangkasara. Dia berjanji akan membantu memaksimalkan potensi ibu-ibu di lorong tersebut.
“Saya siap datang lagi untuk berbagi ilmu dan pengalaman jika K-Apel membuat buku lagi yang berbahasa Makassar,” kata Prof Kembong, yang disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.
Prof Kembong menyebut kegiatan menulis itu sebagai anugerah, seni, dan juga ibadah.
“Teruslah menulis meski sibuk mengurus rumah tangga. Sehingga suatu saat nanti, ibu-ibu tak lagi sekadar menulis tetapi juga bisa menjadi pembahas,” katanya menyemangati.
Pembahas pertama Muhammad Amir Jaya menyebut buku ini masuk dalam dimensi estetika. Kendati demikian, dia mengkritisi ukuran dan cover buku tersebut yang disebutnya kurang cantik.
Sementara itu, Wahidah Eka Putri mengaku, untuk ukuran penulis first time, isi buku ini sangat luar biasa. Ibu-ibu mampu menghadirkan beberapa nilai di hati untuk suaminya.
“Temanya ringan, bahasanya santai sehingga enak dibaca,” kata Wahidah Eka Putri.
Ibu rumah tangga yang juga aktif di partai ini mengaku hanya butuh sekira dua jam menuntaskan membaca buku tersebut.
Wahidah Eka Putri menyelipkan pesan visi dan misi dalam berkeluarga, yakni; kesetiaan, pengertian, dan komunikasi. Tiga elemen ini menjadi fondasi yang kuat untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan wadakwah.
Penanggap ketiga, Wakil Dekan Pascasarjana Unifa Makassar, Dr Sri Gusty menyebut buku ini sangat menginspirasi. Apatah lagi, masih banyak yang belum terungkap.
“Mungkin ada cinta dan ada juga benci,” katanya.
Gusty mengutip penggalan lagu Vina Panduwinata mewakili perasaan cinta ibu-ibu kepada suaminya.
“Bergetar hatiku saat kuberkenalan dengannya,” lantun Gusty tersenyum.
Dia menyarankan, jika ibu-ibu sedang marah dituangkan saja kemarahannya dalam bentuk tulisan. Itu bisa menjadi hal baru dalam kepenulisan.
“Saya angkat topi terhadap ibu-ibu yang karena keberanian mereka menuliskan isi hatinya. Di antara nyala kompor, daster yang robek serta air mata yang mengalir masih sempat mengekspresikan perasannya dalam surat,” kata Guaty mengapresiasi.
Peringatan maulid dan peluncuran buku ini dihadiri puluhan orang. Selain komunitas K-Apel, hadir juga beberapa akademisi seperti Dr Fadly Andi Nasif, Andi Ruhban. Hadir pula seniman dan penulis seperti, Rusdin Tompo, Ishakim, Syahrilrani Patakaki dan Maysir Yulanwar.
Hadir juga sejumlah jurnalis lintas generasi, ada Insan Jalil (Literasi Online) Sudarman Djoni (Majalah Mitos), dan Sainuddin D ‘Sila dari Bugis Pos.
Hajatan ini diawali Tari Padduppa persembahan anak-anak binaan K-Apel. Ibu-ibu juga membacakan puisi tentang aktivitas lorong karya Rusdin Tompo.
Sejatinya, inilah potret Lorong Literasi yang sesungguhnya. Lorong yang sarat aktivitas pemberdayaan warga dalam simpul kebersamaan. Meningkatkan kapasitas warga menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Setiap kegiatan komunitas ini mencerminkan budaya yang sudah nyaris hilang tergerus zaman. Gotong Royong. Salam Ikhlas.***
*) Muhammad Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM