MATAHARI baru naik sepenggalah, aktivitas sejumlah pegawai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan terlihat padat di Three Hotel Jl Pandang Raya, Panakkukang, Makassar.
Mereka sibuk mengarahkan tamu ke ruangan sosialisasi. Hari itu, Selasa, 30 Agustus 2022, DPK Sulsel menggelar Sosialisasi Undang Undang No 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Pesertanya; penerbit, penulis, dan pustakawan.
Sesuai agenda, Kepala DPK Sulawesi Selatan Moh Hasan Sijaya membuka acara pukul 09.05 Wita. Seperti biasanya, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Gowa itu membuka acara dengan senyum dan canda khasnya.
Dia menyampaikan sejumah poin penting yang telah dicapai institusi yang dipimpinnya. Capaian itu menurutnya, karena semua elemen memainkan instrumen sesuai tanggung jawab masing-masing.
Catatan ini, tidak membahas materi yang disampaikan kepala dinas karena sudah dibuatkan berita tersendiri. Tetapi mencoba menyoroti aktivitas yang cukup menggoda perhatian di meja registrasi panitia yang terletak di antara dua pintu masuk acara.
Setiap peserta sosialisasi diarahkan menandatangani lembaran kertas yang sudah tertata rapi di atas meja. Kata panitia, sebagai daftar hadir. Jumlahnya, tujuh lembar. Lumayan banyak untuk daftar hadir sebuah acara sosialisasi undang-undang yang disahkan tahun 2018.
Selain jumlahnya banyak, panitia menyamarkan informasi tentang peruntukan halaman yang berada di bawah lembaran tanda tangan sebagai daftar hadir itu. Peserta diminta menandatangani enam lembaran berikutnya. Tanpa penjelasan untuk apa.
Akibatnya, lembaran yang ditutupi bagian atasnya itu sempat menjadi candaan banyak peserta. Bukan hanya saat sosialisasi sementara berlangsung, tetapi ketika acara selesai pun candaan itu masih berlanjut. Bahkan, terbawa hingga ke tempat ngopi bersama beberapa peserta.
Rupanya, modus tanda tangan berlembar-lembar itu sudah menjadi semacam tradisi jika ada acara yang diselenggarakan oleh DPK Sulsel. Seorang peserta mengaku, sudah tiga kali ikut kegiatan instansi yang berkantor di Jl Sultan Alauddin, Makassar, itu.
“Saya pernah ikut kegiatannya di salah satu hotel di Jalan Adhyaksa. Pernah juga di Jalan Pettarani. Di Hotel Three ini yang ketiga. Tanda tangan sebagai peserta, tetap banyak. Dan bagian atas lembaran itu sengaja ditutup,” kata peserta sosialiasi yang berlatar belakang jurnalis itu.
Dia mengatakan, “Seharusnya dijelaskan mengenai lembaran tertutup yang ditandatangani itu. Kalo ada uang pengganti transpor untuk peserta misalnya, tetapi tidak diberikan karena dialokasikan untuk biaya konsumsi, sewa ruangan, sewa meja, sewa kursi, atau honor panitia dan narasumber misalnya, dijelaskan saja. Itu akan lebih elegan dan tidak membuka ruang fitnah.”
Sebagai perbandingan, kegiatan serupa pernah dilakukan oleh Dinas Perpustakaan Kota Makassar. Instansi tingkat kota itu, menggelar acara yang sama. Sosialisasi Undang Undang No 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Di pintu masuk ruangan acara itu, panitianya juga menyiapkan lembaran untuk ditandatangani oleh peserta. Tetapi hanya dua lembar. Halaman pertama sebagai daftar hadir, selembarnya lagi untuk bukti pengeluaran biaya pengganti transpor bagi peserta yang telah meluangkan waktunya ikut sosialisasi tersebut. Sangat transparan.
Tidak mengherankan, jika peserta sosialisasi yang diadakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan di Hotel Three itu, melakukan perbandingan dan memunculkan candaan yang bisa membuat merah kuping Kadis yang pernah menjabat kepala bidang di Dinas Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan itu.
Jika di acara yang diselenggarakan Dinas Perpustkaan Kota, pesertanya diberi pengganti uang transpor seperti tertera di lembaran kedua yang ditandatangani peserta. Muncul pertanyaan, bagaimana untuk kegiatan serupa yang dilakukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel? Apatah lagi, ada tujuh lembar yang ditandatangani oleh peserta.
Berdasarkan laporan panitia, acara sosialisasi di Hotel Three itu diikuti 150 peserta. Di dalam ruangan, sudah tertata 12 meja bundar bertaplak meja warna merah. Meja ini, dikelilingi delapan kursi berwarna gelap. Di situlah 150 peserta “duduk manis” mendengar paparan Idwar Anwar dan Bahtiar Adnan Kusuma sebagai pemateri.
Jika jumlah peserta ini dikali enam lembar tanda tangan, kemudian dikalikan lagi dengan nilai nominal yang diberikan oleh Dinas Perpustakaan Kota Makassar sebagai perbandingan, angkanya mendekati sembilan digit. Nilai yang lumayan banyak bagi penulis yang sering kesulitan dana untuk menerbitkan karyanya.
Harapannya, semoga tanda tangan tujuh halaman misterius di acara sosialisasi undang-undang itu atas sepengetahuan dan seizin Kepala Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga lebih mudah dikoreksi. ***
*) M Rusdy Embas, Pemimpin Redaksi MAKASSARCHANNEL.COM