Momen ini saya abadikan selaku Kepala Humas Unhas seperti yang dimuat dalam buku 50 Tahun (1956-2006) Universitas Hasanuddin.
Melacak Tempat Mandi Kuda
Setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, 21 Mei 1998, menggantikan Soeharto yang berhenti jadi presiden, saya yang ketika itu menjadi wartawan Harian Pedoman Rakyat berhari-hari meliput di Parepare. Tugas saya adalah, mendatangi rumah, tempat keluarga Habibie tinggal pada masa kecil. Mewawancarai orang-orang yang pernah menyaksikan masa kecil Habibie di Parepare.
Baca Juga :
Orang Bertopeng Serang PKL di Lapda Bulukumba, Dua Tertikam
Yang tidak kalah menarik, saya juga harus melacak lokasi yang biasa dipakai Habibie memandikan kudanya di sebuah desa di dekat Palanro Kabupaten Barru. Ada sebuah sungai di situ, yang selalu dijadikan oleh Habibie membawa kudanya jika hendak dimandikan. Saya sudah lupa apa nama desa tersebut. Tugas saya adalah, mendeskripsi sungai yang tentu saja sudah kian sempit dan bertanya pada orang tua-tua di situ, apakah mereka mengenal nama seorang Habibie puluhan tahun silam.
Gelar Doktor HC
Meskipun Habibie sudah meraih gelar doktor secara akademik dengan yudisium summa cumlaude di Jerman, namun Universitas Hasanuddin pada tahun 2006 menganugerahinya dengan gelar Doctor Honoris Causa. Tim Promotor terdiri atas tiga orang mahaguru Unhas, yakni Prof.Dr.Halide, Prof.Dr.Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc., dan Prof.Dr.Ir. Ananto Yudono, Meng, serta Prof.Dr.H.Sangkot Marzuki dari Lembaga Eijkman Jakarta.
Ada tiga cita-cita BJ Habibie yang perlu ditularkan, yakni mengabdi kepada bangsa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan semangat; menguasai penggunaan materi dengan menggunakan teknologi canggih, menguasai penjualannya, menguasai purnajual, sehingga Indonesia terlepas dari ketergantungan pada bangsa lain.
Dan mengembangkan masyarakat teknologi dalam artian sadar akan tujuan dan manfaat teknologi dengan membentuk lapisan masyarakat ahli teknologi dan teknisi berintikan 1/1000 dari penduduk Indonesia.
Habibie pada tahun 1996 mendeklarasikan Benua Maritim dalam suatu konvensi di Makassar yang mendefinisikan bahwa benua maritim adalah satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dirgantara di atasnya yang tertata secara unik.
Kini, pria genius kelahiran Parepare, 25 Juni 1936, tersebut telah tiada. Anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie, yang berprofesi sebagai ahli pertanian, dan RA Tuti Marini Puspowardojo itu merupakan Bapak Demokrasi Indonesia.
Di kalangan pers, di bawah kepemimpinannya dengan Menteri Penerangan MYunus Yosfiah, membuka keran kebebasan pers yang lapang dan luang. UU Pokok Pers No 40 Tahun 1999 merupakan produk pemerintahannya meski hanya berusia 507 hari.
Di Kota Parepare, tempat kelahirannya, sejak, Rabu (11/9/2019) malam, sudah berkibar bendera setengah tiang di Balai Kota Parepare. Di kota itu, sudah ada Monumen Cinta Habibie-Ainun yang jadi objek wisata masyarakat.
Pemerintah Kota Parepare di bawah pimpinan Dr HM Taufan Pawe SH MH menyiapkan lokasi sebagai Museum Habibie, tempat masyarakat menyaksikan berbagai penghargaan dan warisan mendiang Habibie.
Namun yang sangat dinanti-nantikan adalah terwujudnya Institut Teknologi Habibie (ITH) yang sebenarnya sudah memiliki Kepres pembentukannya ketika masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selamat Jalan Bapak Demokrasi Indonesia. (M Dahlan Abubakar)