Lagi, Petani Asal Soppeng Kembali Dikriminalisasi?

MAKASSARCHANNEL.COM – Seorang kakek bernama Natu bin Takka harus berhadapan dengan hukum gegara menebang pohon jati milik sendiri. Senin (2/3/2020), pria berusia 75 tahun ini memenuhi panggilan penyidik Polres Watansoppeng.

Dia dipanggil untuk memberi keterangan sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin dari pejabat berwenang, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 12 hurup b dan/atau pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan (UU P3H).

Pesan tertulis LBH Makassar dan KPA Sulsel yang diterima media ini, Kamis (6/3/2020), melalui Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Makassar Edi Kurniawan, menjelaskan, pohon jati yang ditebang Natu adalah pohon yang dia tanam di kebun miliknya seluas sekitar 26 are yang berjarak kisaran 100 meter dari rumahnya.

Kebun milik Natu adalah warisan dari orangtuanya yang telah meninggal puluhan tahun lalu. Kakek Natu tinggal di Lingkungan Ale Sewo, Kelurahan Bila, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.

Edi, sapaan akrab Edi Kurniawan, mengatakan, “Natu menebang pohon jati untuk keperluan membangun rumah. Ia tak mengetahui bahwa lokasi kebun miliknya diklaim masuk kawasan hutan lindung. Karena kebun Natu sudah dikelola secara turun-temurun selama ratusan tahun dari kakek, orangtua, dan terakhir dikelola oleh Natu.”

Baca Juga :
“Sarjana Hukum” Larang Wartawan Liput Proyek Revitalisasi Pasar Rakyat Tala-Tala Takalar, Ini Kata LBH Pers

Bahkan, lanjut Edi, Natu bersama keluarga menggantungkan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil kebun miliknya itu.

“Selama mengelola kebun tersebut, Natu tak pernah ditegur oleh pihak kehutanan. Setiap tahun, Natu aktif membayar PBB sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2019,” ungkap Edi.

Menurut Edi, sebelum Natu, tiga orang petani Soppeng juga pernah dijerat dengan UU P3H. Yaitu; Jamadi, Sukardi, dan Sahidin. Mereka pernah ditangkap dengan sangkaan pasal yang sama. Ketiganya ditangkap di kebun masing-masing. Tak berbeda dengan Natu, ketiganya sudah menguasai dan mengelola kebun mereka secara turun-temurun dan memanfaatkan hasilnya untuk keperluan sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *