Kadis Dikbud Jeneponto Buka Lokakarya PSP Angkatan 2

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kadis Dikbud Jeneponto, buka buka Lokakarya PSP Angkatan 2, Minggu (8/9/2024)

MAKASSARCHANNEL, BONTOSUNGGU JENEPONTO – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kadis Dikbud Jeneponto, buka buka Lokakarya PSP Angkatan 2, Minggu (8/9/2024).

Sebanyak 115 peserta mengikuti pembukaan Lokakarya Program Sekolah Penggerak (PSP) Angkatan 2 di Aula SMPN 2 Binamu Jeneponto itu.

Mereka adalah kepsek Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan guru sekolah penggerak angkatan ke-2 se Kabupaten Jeneponto. Mereka dikelompokkan dalam lima kelas.

Sekolah Penggerak itu berasal dari jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP, dan SMA. Lima fasilitator dan tim dari BBGP Sulsel turut mendampingi mereka.

Selain di Jeneponto, kegiatan yang sama berlangsung juga di 12 kabupaten dan kota se Sulawesi Selatan. Yakni; Makassar, Takalar, Luwu Timur, Luwu Utara, Toraja Utara, Selayar, Barru, Wajo, Soppeng, Sidrap, dan Pinrang.

Apresiasi Kegiatan BBGP

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadis Dikbud) Jeneponto Uskar Baso, SH MPd mengapresiasi kegiatan Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Sulsel.

Uskar Baso mengatakan, Pemerintah Kabupaten Jeneponto mengantisipasi kegiatan BBGP Sulsel dengan memberi dukungan teknis penyelenggaraan.

Kepada peserta lokakarya, Kadis Dikbud Jeneponto mengimbau agar memanfaatkan kegiatan itu menyerap ilmu dan memanfaatkannya di sekolah tempat mengabdi.

Dia juga mengatakan, Dinas Pendidikan Jeneponto senantiasa memberi bimbingan teknis kepada PAUD, SD, dan SMP sesuai kewenangan yang dimiliki.

Usai pembukaan, peserta mengikuti materi dari fasilitator dan kegiatan lain seperti berbagi pengalaman di kelas berbeda.

Berbagi Pengalaman

Selain menerima materi dari fasilitator selama lokakarya yang berlangsung sejak pagi hingga sore, peserta juga berbagi pengalaman dan tantangan setelah menjadi sekolah penggerak.

Seorang dari Kecamatan Bontoramba menyebut salah tantangan yang dihadapi adalah ketika ada siswa yang alfa karena harus membantu orangtuanya.

“Di musim tanam dan panen, ada beberapa siswa tidak masuk karena harus membantu orang di sawah,” kata beberapa guru.

Sekolah Penggerak di daerah pesisir pun menghadapi hal serupa, banyak siswa yang alfa saat orangtua mereka penan rumput laut.

Kondisi itu membuat guru dan sekolah harus bisa memberi toleransi. Siswa biasanya alfa sekitar tiga hingga empat hari sekolah.

Tentang tantangan sekolah itu, salah seorang pengawas sekolah menjelaskan, kondisi itu sulit dihindari. Sebagai solusi mereka memotovasi siswa.

Mereka tetap tekun belajar mengikuti ketertinggalan pelajaran selama tidak hadir do sekolah karena harus membantu orang tua. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *