Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari . (Foto: Ari Saputra/detikcom)
MAKASSARCHANNEL.COM – Kabinet periode pertama Presiden Jokowi segera berakhir dengan menyisakan sejumlah catatan. Salah satunya terkait upaya pencegahan korupsi yang dinilai gagal setelah dua menterinya ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menteri pertama yang menjadi tersangka yaitu Idrus Marham yang kala itu menjabat sebagai menteri sosial. Dia diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek PLTU Riau-1.
Mengetahui statusnya sebagai tersangka, Idrus kemudian mengundurkan diri dari jabatan mensos. Idrus dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta susbsider 2 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor. Majelis tingkat banding lalu memperberat hukuman Idrus menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Setahun kemudian, KPK menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait dana hibah KONI dari Kemenpora. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu sudah menyampaikan pengunduran diri dari jabatan menpora agar fokus menghadapi proses hukum.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, memberi sejumlah catatan mengenai dua menteri Jokowi yang menjadi tersangka KPK. Feri mulanya bicara soal sifat kekuasaan yang cenderung disalahgunakan dan berpotensi menyimpang.
Baca Juga :
Bupati Syamsari Kitta Dinilai Gelar Karpet Merah Buat ASN Koruptor Di Takalar
“Mungkin di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, godaan kekuasaan itu yang mengubah seseorang. Saya tidak yakin orang seperti Imam Nahrawi punya bekal korup sedari awal, karena kan sudah diseleksi Jokowi dengan meminta background checking dilakukan KPK dan PPATK. Hanya saja, memang kalau pemerintahan hanya permulaan saja bagus tetapi tidak ada evaluasi bagaimana kemudian mengawasi agar tidak terjadi korupsi, jadi ya bermasalah,” kata Feri kepada wartawan, Kamis (19/9/2019).
Bagi Feri, pemerintahan Jokowi saat ini tidak mampu menerapkan sistem pencegahan korupsi. Alih-alih membangun sistem pemerintahan antikorupsi, Jokowi justru malah menyerang KPK untuk menjadi lembaga pencegahan.