Pria yang akrab disapa FR ini mengatakan, “Kewenangan seorang kepala daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di sana diatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepala daerah.”
“Demikian halnya proses mutasi dan pemberhentian seorang Pegawai Pejabat Tinggi (PPT) Pratama mekanismenya sudah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,” kata FR yang terpilih terpilih lagi sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan periode kedua.
Terpisah, Direktur Lembaga Kajian Kebijakan Publik, Yusuf Karma SE, melalui WhatsApp, Jumat (30/8/2019), mengatakan, “Seharusnya Bupati Takalar menindaklanjuti atau melaksanakan semua rekomandasi, surat teguran, dan yang teranyar kesepakatan dengan pihak pemerintah pusat.”
Baca Juga :
Jaksa Periksa Camat Simbang Maros Hingga Larut Malam, Ini Penyebabnya
Publik, menurut Yusuf Karma yang akrab disapa Punna ini, telah mengetahui bahwa dalam rangkaian proses mutasi di lingkup Pemkab Takalar selama ini telah terjadi pelanggaran sejumlah regulasi (Undang-undang).
“Alangkah eloknya, kalau bupati sebagai orang nomor satu di Butta Panrrannuangku Takalar memberi contoh kepada masyarakat, bahwa siapa pun dia, apa pun jabatan, dan setinggi apa pun kedudukan sosialnya di masyarakat, tidak boleh melanggar aturan, apalagi Undang-undang,” tegasnya.
Punna yang juga Ketua KBPP (Keluarga Besar Putra-Putri) Polri Takalar ini menegaskan, “Masyarakat Takalar tetap menaruh hormat dan bangga bila bupati mengakui kekeliruan atas kebijakan mutasi dan melaksanakan kesepakatan yang baru saja ditandatangani. (kin)