MAKASSARCHANNEL, PANGKAJENE – Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) optimalisasikan lahan kering yang selama ini kurang produktif.
Itu dilakukan agar Kabupaten Sidrap tetap menjadi salah satu sentra pengembangan tanaman pangan, khususnya padi, sekaligus berkontribusi besar terhadap pencapaian surplus pangan nasional.
Sebagai informasi, lahan baku sawah di Sidrap per tahun 2021 seluas 48.831 hektare, terdiri atas sawah beririgasi teknis, semi teknis, dan irigasi tadah hujan. Lahan seluas itu mampu menghasilkan 464.228 ton padi di periode yang sama.
Jumlah produksi padi itu masih berpeluang ditingkatkan melalui perbaikan dan pembangunan infrastruktur dasar irigasi pada lahan-lahan sawah beririgasi tadah hujan pada sentra-sentra pengembangan padi.
Hal itu sejalan dengan visi daerah yang dipimpin Bupati H Dollah Mando, mewujudkan Sidenreng Rappang sebagai daerah agrobisnis yang maju dengan masyarakat yang religius, aman, adil, dan sejahtera. Salah satu misinya adalah, mengembangkan dan meningkatkan kinerja pembangunan infrastruktur irigasi.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sidrap, Ibrahim, menyatakan, tahun 2021 telah direalisasikan kegiatan optimasi lahan kering seluas 9.756 hektare yang tersebar di 11 kecamatan.
Berita Terkait :
Bantu Atasi Hama Padi, Babinsa Kodim 1420 Sidrap Lakukan Ini
“Kegiatan ini telah memperbaiki 500 Ha lahan sawah tadah hujan dengan indeks pertanaman padi (IP Padi 100) atau yang hanya diusahakan sekali dalam setahun melalui pembangunan infrastruktur irigasi sesuai dengan potensi masing-masing wilayah,” tutur Ibrahim.
Terpisah, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Suriyanto, saat dikonfirmasi mengenai keberhasilan kegiatan ini mengatakan, optimasi lahan kering dimulai pada lahan-lahan sawah yang ditanami sekali dalam setahun, bahkan ada yang tidak ditanami dalam setahun.
“Alhamdulillah, berdasarkan hasil pemantauan kami, untuk musim tanam Oktober- Maret 2022 ini lahan tersebut telah ditanami 100 persen dan siap untuk dipanen saat ini. Adapun infrastruktur irigasi yang dibangun antara lain pembangunan irigasi embung, dam parit, perpompaan dan irigasi air tanah atau sumur bor, serta sarana pendukung lainnya,” urai Suriyanto.
Sekaitan penyediaan infrastruktur irigasi air tanah (sumur bor), diungkapkan Anju Saleh selaku tim teknis, menggunakan teknologi terbaru, dengan menggunakan tenaga listrik PLN sebagai energi penggerak.
Energi penggerak itu, lanjut Anju, dapat diakses pada lahan sawah petani melalui jaringan tiang yang dirasakan sangat efektif dan efesien. Adapun pada tahapan pembangunan fisik/konstruksi pengeboran, dilakukan berdasarkan SOP yang telah disusun dan menjadi kunci keberhasilan.
“Kami siap untuk berbagi informasi atau transfer teknologi tentang teknik pengeboran yang telah kami dapatkan ini, dengan harapan dapat diterapkan untuk membangun sektor pertanian pada masa yang akan datang,” bebernya. (mun)