Mendengar interupsi itu, Arif terlihat kesal dan mengatakan tak mau menerima emak-emak di acara diskusi.
“Waduh bahaya, lain kali saya tidak mau terima emak-emak lagi,” kata Arif yang terus disoraki kata ‘dusta’ dan ‘bohong’ oleh kelompok emak-emak yang hadir.
Walau sudah diminta tenang oleh moderator, suasana diskusi tidak kunjung kondusif. Arif yang juga Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengaku tak bisa melanjutkan diskusi dan izin meninggalkan ruangan.
Sebelum pamit, Arif mengatakan bahwa ia dan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno bersahabat akrab. Untuk itu, ia meminta agar pemilihan presiden (pilpres) 2019 April mendatang berjalan dengan damai.
“Saya dan Pak Sandiaga Uno itu bersahabat. Sama-sama satu kampung halaman, hanya saja berbeda pilihan. Mohon maaf saya tidak bisa ikut sampai selesai,” tuturnya.
Baca Juga :
Politisi Jepang Menangkan Lelang Gadis Indonesia Seharga Rp 19 Miliar
Dalam diskusi tersebut turut hadir mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dan sastrawan Taufiq Ismail. Selain itu tampak hadir pengamat politik Boni Hargens, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, dan sejumlah aktivis seperti Syahganda Nainggolan,Sayuti Asyathri, Hatta Taliwang, dan Haris Rusli Moty.
Sebelum Arif bicara, Din Syamsudin menyinggung soal keberadaan para pendukung fanatik di pilpres 2019. Eks utusan khusus Presiden Jokowi ini mengatakan bahwa fanatisme politik kurang didasari pada literasi politik, kecerdasan informasi, dan pengetahuan politik.
“Banyak saya saksikan lebih karena emosi. Sebagian anak bangsa buta aksara politik. Dalam arti tidak semua punya pengetahuan yang dalam dan utuh tentang calon yang akan dipilih,” ujar Din. (asa)